BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Muhammad adalah manusia fenomenal dalam
sepanjang sejarah kehidupan dan peradaban manusia. Ia adalah manusia biasa,
namun memiliki keistimewaan-keistimewaan yang langsung diberikan Allah padanya.
Sifat dari kenabiannya adalah menyampaikan kebenaran Islami, atau “amar ma’ruf
nahi mungkar”. Setiap nabi datang dengan agama Ilahi yang didasarkan pada kepasrahan
kepada Allah dan hanya mempunyai misi menyampaikan risalahnya.
Islam selain memberikan perhatian yang besar
terhadap pendidikan, Islam juga memberikan perhatian terhadap dakwah. Setelah
menerima ayat 1-5 surat al-‘Alaq yang berbicara mengenai pendidikan, Nabi
Muhammad saw juga diperintahkan untuk melakukan dakwah yakni mengajak
masyarakat untuk mengikuti ajaran yang dibawanya yang bersumber pada al-Qur’an
dan al-Sunnah. Dakwah yang dilakukan Nabi Muhamad saw ini bermula dari
keluarganya sendiri, sahabat karibnya yang terdekat, terus berlanjut kepada
masyarakat yang tidak terbatas hanya mereka yang tinggal di Hijaz, Mekkah,
Madinah atau Jazirah Arab melainkan ke seluruh dunia.
Pada kesempatan ini, pemakalah ingin
menyajikan pembahasan tentang dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad saw dan para
sahabat, usaha-usaha yang dilakukan hingga rintangan-rintangan yang dialami
ketika berdakwah.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana dakwah nabi mumahammad dalam
menyiarkan agama islam?
2.
Apa yang diajarkan nabi Muhammad dalam
dakwahnya?
3.
Bagaimana sikap para sahabat terhadap dakwah
nabi Muhammad?
4.
Bagaimana reaksi kaum qurays terhadap dakwah
nabi Muhammad?
BAB
II
PEMBAHASAN
DAKWAH
NABI MUHAMMAD SAW DAN PARA SAHABATNYA
2.1 Dakwah Nabi Muhammad
Rasulullah saw adalah seorang hamba Allah
yang berhiaskan budi pekerti luhur dan terpuji. Beliau sangat terkenal di
kalangan masyarakat Quraisy sebagai seorang kesatria, selalu teguh dan tepat
memegang janji, orang yang sangat baik dengan tetangga dan sangat santun, rendah
diri (tawadhu’), dermawan, pemberani, jujur, terpercaya sehingga mereka
menyebutnya “al-amin” dan orang yang selalu menjauhkan diri dari perbuatan yang
tidak baik.
2.1.1
Gerakan
Dakwah
Nabi mulai dakwah sucinya langsung dari
rumahnya. Khadijah adalah orang pertama yang beruntung diberi tahu tentang
kenabiannya, dan tanpa keraguan sedikitpun ia mengakui kebenaran kenabian yang
datang kepadanya itu dari Tuhan.[1] Dialah orang pertama yang
masuk Islam dan menanggung penderitan demi Islam, bersama dengan suaminya. Selanjutnya
adalah Ali, sepupu nabi, yang tinggal bersamanya sejak masa kecil. Zayd ibn
Haritsah, anak angkat dan teman karib Muhammad saw. Kadijah, Ali dan Zayd,
semuanya adalah anggota rumah tangga nabi.
Abu bakar merupakan orang pertama yang
memeluk islam. Dia telah lama berhubungan akrab dengan nabi dan keakraban ini
memberinya kesempatan untuk menilai kemuliaan dan kejujuran sahabatnya dan
akhirnya membenarkan pengakuannya sebagai rosulullah. Nabi suatu ketika
bersabda: “aku tidak pernah mengajak seorang pun untuk beriman yang tanpa
ragu-ragu memeluknya kecuali Abu Bakar. Mengenai Abu Bakar, ketika aku
menawarkan islam, dia sama sekali tidak menunjukkan keraguannya, bahkan
sedikitpun tidak”.
2.1.2
Dakwah
Nabi Muhammad Periode Mekah
Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah
masyarakat Arab jahiliah atau masyarakat yang masih berada dalam kebodohan.
Kebodohan masyarakat Arab waktu itu, terdapat dalam bidang agama, moral, dan
hukum.[2] Dalam bidang agama,
umumnya masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dan ajaran agama
Tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Ibrahim
A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala.
Selain
itu ada pula sebagian masyarakat Arab jahiliah yang menyembah malaikat dan
bintang yang dilakukan kaum Sabi’in serta menyembah matahari, bulan, dan jin
yang diperbuat oleh sebagian masyarakat di luar kota Mekah. Dalam bidang moral,
masyarakat Arab jahiliah telah menempuh cara-cara yang sesat, seperti:
a. Bila
terjadi peperangan antar kabilah, maka kabilah yang kalah perang akan dijadikan
budak oleh kabilah yang menang perang.
b. Menempatkan
perempuan pada kedudukan rendah. Dalam masyarakat Arab jahiliah perempuan tidak
berhak mewarisi harta peninggalan suaminya, ayahnya, atau anggota keluarga yang
lain. Bahkan seorang wanita (istri) boleh diwarisi oleh anak tirinya atau
anggota keluarga lain dan suaminya yang telah mati.
c.
Memiliki kebiasaan buruk, yakni berjudi dan
meminum minuman keras. Kejahiliahan mereka dalam bidang hukum antara lain
anggapan mereka bahwa judi, bermabuk-mabukan, berzina, mencuri, merampok, dan
membunuh, bukan merupakan perbuatan yang salah.
Namun perlu diketahui bahwa tidak semua
perilaku masyarakat Arab jahiliah itu buruk, tetapi ada pula yang baiknya.
Seperti memiliki keberanian dan kepahlawanan, suka menghormati tamu, murah
hati, dan mempunyai harga diri. Juga dalam bidang perdagangan, ada sebagian
masyarakat Arab jahiliah yang sudah memiliki kemajuan.[3]
a.
Ajaran Islam
Periode Mekah
Ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan
Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut:
1.
Keesaan Allah SWT
2.
Hari Kiamat
sebagai hari pembalasan
3.
Kesucian jiwa
4.
Persaudaraan dan
Persatuan
b.
Strategi Dakwah
Rasulullah Saw Periode Mekah
Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah
agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliahannya di bidang agama, moral, dan
hukum. Sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW
dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai
tujuan yang luhur tersebut sebagai berikut:
1)
Dakwah secara
Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun
Cara ini ditempuh oleh Rasulullah SAW karena beliau
begitu yakin, bahwa masyarakat Arab jahiliah, masih sangat kuat mempertahankan
kepercayaan dan tradisi warisan leluhur mereka. Sehingga mereka bersedia
berperang dan rela mati dalam mempertahankannya. Pada masa dakwah secara
sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang
yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat
dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW
tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abu Thalib, Zaid bin
Haritsah, Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan Ummu Aiman.[4]
Usaha dak’wah Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil karena
ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka
adalah:
· Abdul
Amar dan Bani Zuhrah (Abdurrahman bin Auf).
· Abu
Ubaidah bin Jarrah dan Bani Hari.
· Utsman
bin Affan.
· Zubair
bin Awam.
· Sa’ad
bin Ahu Waqqas.
· Thalhah
bin Ubaidillah.
2)
Dakwah Secara
terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun
ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT
agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Tahap-tahap dakwah
Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebagai berikut:[5]
a. Mengundang
kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan
mengajak mereka agar masuk Islam. Ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim
yang sebenarnya sudah masuk Islam, tetapi merahasiakan keislamannya. Mereka
adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
b. Rasulullah
SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat
tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul Bukit Shafa, yang letaknya tidak jauh
dan Ka’bah. Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah
menyatakan diri masuk Islam dua orang kuat dari kalangan kaum kafir Quraisy,
yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar
bin Khattab.
c. Rasulullah
SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah.
Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara
lain: Abu Zar Al-Giffari, Tufail bin Amr Ad-Dausi, Dakwah Rasulullah SAW
terhadap penduduk Yatsrib (Madinah), yang datang ke Mekah untuk berziarah
nampak berhasil.
3) Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah
Kaum kafir Quraisy menolak dakwah Rasulullah SAW, setelah
berdakwah itu dilakukan secara terang-terangan, yakni semenjak tahun ke-4
kenabian. Sebab-sebab kaum kafir Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:
a. Rasulullah
SAW mengajarkan tentang adanya persamaan hak dan kedudukan antara semua orang.
Mulia tidaknya seseorang tergantung ketakwaannya kepada Allah SWT. Orang miskin
yang bertakwa, di hadapan Allah SWT Iebih mulia daripada orang kaya yang
durhaka.
b. Islam
mengajarkan adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam
akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa maka di alam kuburnya akan
memperoleh kenikmatan dan di alam akhiratnya akan masuk surga. Sedangkan
manusia yang ketika di dunianya durhaka dan banyak berbuat jahat, maka di alam
kuburnya akan disiksa. Dan di alam akhiratnya akan masuk neraka.
c. Kaum
kafir Quraisy menolak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan
agama dan tradisi hidup bermasyarakat warisan leluhur mereka. Mereka berkata,
“Cukuplah bagi kami apa yang telah kami terima dari nenek moyang kami.”
d. Islam
melarang menyembah berhala, memperjualbelikan berhala-berhala, dan melarang
penduduk Mekah dan luar Mekah berziarah memuja berhala, padahal itu semua
mendatangkan keuntungan di bidang ekonomi terhadap kaum kafir Quraisy. Oleh
karena itulah, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan
dakwah Rasulullah SAW.
Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan
menghentikan dakwah Rasulullah SAW bermacam-macam antara lain :
· Para
budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais
an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleb para
pemiliknya atau tuannya di luar batas perikemanusiaan. Bahkan, Az-Zanirah
disiksa hingga mengalami kebutaan dan Ummu Amr binti Yasir, budak milik Bani
Makhzum disiksa oleh tuannya sampai mati.
· Setiap
keluarga dari kalangan kaum kafir Quraisy diharuskan menyiksa anggota
keluarganya yang telah masuk Islam, sehingga ia kembali menganut agama
keluarganya (agama Watsani).
· Nabi
Muhammad SAW sendiri dilempari kotoran oleh Ummu Jamil (istri Abu Lahab) dan
dilempari isi perut kambing oleh Abu Jahal.
· Kaum
kafir Quraisy meminta Abu Thalib, paman dan pelindung Rasulullah SAW, agar Rasulullah
SAW menghentikan dakwahnya. Namun tatkala Abu Thalib menyampaikan keinginan
kaum kafir Quraisy tersebut Rasulullah SAW bersabda : “Wahai pamanku demi
Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di
tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini hingga aku
menang, atau aku binasa karenanya.”
· Kaum
kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara
mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan
melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kaum kafir
Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala. Usul tersebut ditolak oleh
Nabi SAW, karena menurut ajaran Islam mencampuradukkan akidah dan ibadah Islam
dengan akidah dan ibadah bukan Islam, termasuk perbuatan haram dan merupakan
dosa besar.
2.1.3
Dakwah Rasulullah Saw Periode Madinah
1. Tujuan Hijrah Nabi Muhammad SAW dan Umat
Islam
Setidaknya
ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui umat Islam. Pertama, hijrah
berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan
diridai-Nya. Arti hijrah dalam pengertian pertama ini wajib dilaksanakan oleh
setiap umat Islam. Rasuluilah SAW bersabda:
Artinya : “Orang
berhijrah itu ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT”
(H. R. Bukhari)
Arti
kedua dari hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir, karena di negeri itu
umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman dan kekerasan, sehingga tidak
memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri
kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan
dalam berdakwah dan beribadah.
Arti
kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam,
yakni berhijrah dari Mekah ke Yatsrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama
hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya
Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yatsrib (negeri
Islam) adalah:
·
Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan,
ancaman, dan kekerasan kaum kafir Quraisy.
·
Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam
berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanva dalam
berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya.
2. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
Dakwah
Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari
semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah sampai dengan wafatnya
Rasulullah SAW tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijrah.
Materi
dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surah Makkiyah dan Hadis periode Mekah, juga
ajaran Islam yang rerkandung dalam 25 surah Madaniyah dan hadis periode
Madinah. Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah
orang-orang yang sudah masuk Islam dan kalangan Muhajirin dan Ansar. Juga
orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para
penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab, dan yang tidak
termasuk bangsa Arab. Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya
untuk bangsa Arab tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT
berfirman: “Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi alam semesta.” (QS.
Al-Anbiyã’, 21: 107)
Dakwah
Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat
Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang
diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang
bertakwa.
Mengenai
dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar
mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya
dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman
dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Peperangan-peperangan
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan
untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan
untuk:
·
Membela diri, kehormatan, dan harta.
·
Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi
kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya.
·
Untuk memelihara umat Islam agar tidak
dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Ada
beberapa peperangan yang pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW seperti:
1)
Perang Badar Al-Kubra, terjadi pada tanggal 17
Ramadan tahun 2 H. di sebuah tempat dekat Perigi Badar, yang letaknya antara
Mekah dan Madinah.
2)
Perang Uhud, terjadi pada pertengahan Sya’ban
tahun 3 H. Pada peperangan ini kaum Muslimin mengalami kekalahan.
3)
Perang Ahzab (Khandaq), terjadi pada bulan
Syawal tahun 5 H.
Pada tahun keenam hijriah Rasulullah SAW dan para
pengikutnya umat Islam penduduk Madinah yang berjumlah 1000 orang berangkat
menuju Mekah untuk melakukan umrah dan sebelum sampai Mekkah mereka memakai
pakaian ihram dan membawa pedang yang diletakkan dalam sarung untuk menjaga
diri diperjalanan. Ketika rombongan kaum Muslimin tiba di suatu tempat yang
bernama ”Al Hudaibiyah”, untuk beristirahat dan untuk melihat situasi.
Sebenarnya saat itu termasuk bulan yang disucikan oleh bangsa Arab sebelum
Islam. Mereka dilarang melakukan peperangan di dalamnya. Namun dalam
kenyataannya, kaum kafir Quraisy telah menempatkan sejumlah bala tentara yang
cukup besar di perbatasan kota Mekah, siap untuk melakukan peperangan.
Membaca
situasi yang demikian, kemudian Rasulullah SAW mengutus sahabat Utsman bin
Affan memasuki kota Mekah untuk menemui pimpinan kaum kafir Quraisy dan
menjelaskan kepadanya, bahwa kedatangan mereka ke Mekah bukan untuk berperang,
tetapi semata-mata untuk melakukan ibadah umrah. Namun kaum kafir Quraisy bersikeras
tidak mengizinkan kaum Muslimin memasuki kota Mekah, dengan alasan akan
menjatuhkan kewibawaan kaum kaflr Quraisy pada pandangan bangsa Arab.
Sahabat
Utsman ditahan oleh kaum kafir Quraisy, bahkan tersiar kabar bahwa beliau telah
dibunuh. Menyikapi kabar tersebut kaum Muslimin telah bersepakat mengadakan
“sumpah setia” (baiat), untuk berperang melawan kafir Quraisy, sampai meraih
kemenangan. Sumpah setia itu disebut “Baiatur Ridwan”.
Untunglah
di saat-saat genting seperti itu sahabat Utsman bin Affan muncul, membawa
berita akan diadakannya perundingan antara kaum kafir Quraisy dengan kaum
Muslimin. Maka terjadilah perundingan antara delegasi kaum kafir Quraisy yang
dipimpin oleh Suhail Ibnu Umar dan delegasi umat Islam yang dipimpin oleh Nabi
Muhammad SAW.
Perundingan
tersebut melahirkan kesepakatan antara dua belah pihak, dan melahirkan sebuah
perjanjian, yang dikenal dalam sejarah sebagai perjanjian Hudaibiyah (Sulhul
Hudaibiyah). [6]
Kaum
kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat menguntungkan
kaum Muslimin. Umat Islam semakin kuat, karena hampir seluruh semenanjung Arab,
termasuk suku-suku bangsa Arab yang paling selatan telah menggabungkan diri
kepada Islam. Kaum kafir Quraisy merasa terpojok, dan mereka secara sepihak berniat
membatalkan perjanjian Hudaibiyah itu, dengan cara menyerang Bani Khuza’ah yang
berada di bawah perlindungan Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah mereka
bunuh dan selebihnya mereka cerai-beraikan. Bani Khuza’ah segera mengadu kepada
Rasulullah SAW dan mohon keadilan.
Mendapat
pengaduan seperti itu kemudian Nabi Muhammad SAW dengan sepuluh ribu bala
tentaranya berangkat menuju kota Mekah untuk membebaskan kota Mekah dari para
penguasa kafir yang zalim, yang telah melakukan pembunuhan secara kejam terhadap
umat Islam dan Bani Khuza’ah.
Rasulullah
SAW sebenarnya tidak menginginkan terjadinya peperangan, yang sudah tentu akan
menelan banyak korban jiwa. Untuk itu Rasulullah SAW dan bala tentaranya
berkemah di pinggiran kota Mekah dengan maksud agar kaum kafir Quraisy melihat
sendiri, kekuatan besar dan bala tentara kaum Muslimin.
Taktik
Rasulullah SAW seperti itu ternyata berhasil, sehingga dua orang pemimpin
Quraisy yaitu Abbas (paman Nabi SAW) dan Abu Sufyan (seorang bangsawan Quraisy yang
lahir tahun 567 M dan wafat tahun 652 M) datang menemui Rasulullah SAW dan
menyatakan diri masuk Islam.
Dengan
masuk Islamnya kedua orang pemimpin kaum kafir Quraisy itu, Rasulullah SAW dan
bala tentaranya dapat memasuki kota Mekkah dengan aman dan membebaskan kota itu
dari para penguasa kaum kafir Quraisy yang zalim. Pembebasan kota Mekah ini
terjadi pada tahun 8 H secara damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Bahkan
setelah itu, kaum Quraisy berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam,
menerima ajakan Rasulullah dengan kerelaan hati. Kernudian bersama-sama bala
tentara Islam mereka membersihkan Ka’bah dan berhala-berhala dan menghancurkan
berhala-berhala itu.
Kaum
Muslimin masih menghadapi kaum musyrikin, yang semula bersekutu dengan kaum
kafir Quraisy yang telah masuk Islam itu, yaitu; Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani
Nasr, dan Bani Jusyam. Kaum musyrikin tersebut bersatu di bawah pimpinan Malik
bin Auf (Bani Nasr) berangkat menuju Mekah untuk menyerbu kaum Muslimin, yang
telah menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah.
Mendengar
berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam di Mekah, maka
Rasulullah SAW memimpin bala tentaranya sebanyak 12000 orang menuju ke lembah
Hunain tempat kaum musyrikin berkemah. Maka terjadilah pertempuran sengit antara
pasukan Islam dan pasukan musyrikin, yang berakhir dengan kemenangan di pihak
Islam. Perang Hunain ini terjadi dua minggu setelah peristiwa pembebasan kota
Mekah.
Sisa
pasukan musyrikin melarikan diri ke Thaif. Rasulullah SAW dan bala tentaranya
mengejar mereka sampai ke Thaif, lalu mengadakan pengepungan selama beberapa
hari lamanya sehingga pemimpin mereka Malik bin Auf dengan seluruh pasukan
gabungannya, yaitu: Bani Saqif, Bani Hawazim, Bani Nasr, dan Bani Jusyam menyatakan
masuk Islam.
Pada
tabun ke-9 dan 10 H berbagai kabilah bangsa Arab seperti Bani Tamim, Bani Amr,
Bani Sa’ad Ibnu Bakr, dan Bani Abdul Haris datang ke Madinah menghadap
Rasulullah SAW untuk menyatakan dukungannya. Dengan demikian seluruh Jazirah
Arabia telah masuk Islam, dan masuk wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di
Madinah. Rasulullah SAW dan umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.
3. Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabia
Rasulullah
SAW menyeru umat manusia di luar Jazirah Arabia agar memeluk agama Islam,
dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah SAW
kepada para penguasa atau para pembesar mereka.
Para
penguasa atau para pembesar negara yang dikirimi surat dakwah Rasulullah SAW
itu seperti:
1) Heraclius,
Kaisar Romawi Timur
Yang
menerima surat dakwah Rasulullah, melalui utusannya Dihijah bin Khalifah.
Heraclius tidak menerima seruan dakwah Rasulullah SAW karena tidak mendapat
persetujuan dari para pembesar negara dan pendeta. Namun surat dakwah itu
dibalasnya dengan tutur kata sopan, disamping mengirimkan hadiah untuk
Rasulullah SAW.
2) Muqauqis,
Gubernur Romawi di Mesir
Rasulullah
SAW mengirim surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang bernama Hatib.
Setelah surat itu dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan untuk masuk Islam,
namun dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah SAW dan mengirim
hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, kuda, keledai, dan pakaian-pakaian.
3) Syahinsyah,
Kaisar Persia
Syahinsyah
adalah penguasa yang zalim dan sombong. Karena kesombongannya surat dakwah
Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya. Mengetahui surat dakwah itu dirobek-robek,
Rasulullah menjelaskan bahwa Syahinsyah yang sombong itu akan dibunuh oleh
anaknya sendiri pada malam Selasa tanggal 10 Jumadil Awal tahun ke-7 hijrah.
Apa yang diucapkan Rasulullah SAW ternyata sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah
dibunuh oleh anaknya sendiri Asv-Syirwaih karena kezalimannya.
Kemudian
surat dakwah Rasulullah SAW dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja Ethiopia),
Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrain), Hudzah bin Ali (Raja Yamanah), dan Al-Haris
(Gubernur Romawi di Syam). Di antara penguasa-penguasa tersebut yang menerima
seruan dakwah Rasulullah, hanyalah Al-Munzir bin Sawi penguasa Bahrain yang
menyatakan masuk Islam dan mengajak para pembesar negara dan rakyatnya agar
masuk Islam.
4. Strategi Dakwah Rasulullah Saw Periode
Madinah
Pokok-pokok
pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
a. Berdakwah
dimulai dan diri sendiri;
b. Cara
(metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah
An-Nahl/16: 125.
c. Berdakwah
itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya.
d. Berdakwah
dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan niat untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat
Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok
pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya
meneladani strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam atau
masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat
Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam
pada seluruh aspek kehidupan sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun
tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram,
damai, adil, dan makmur di bawah naungan rida Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha
Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun Masjid
b.
Mempersaudarakan antara Kaum Muhajirin dan Ansar
c. Perjanjian
Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
d.
Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial
yan Islami demi Terwujudnya Masyarakat Madani
2.1.4 Dakwah Rasulullah SAW Ke Thaif
Setelah
Abu Thalib (paman Rasulullah SAW) dan Khadijah (istri Rasulullah SAW) wafat,
tepatnya tahun ke-10 dari kenabian (620 M), Rasulullah SAW dengan ditemani anak
angkatnya Zaid bin Haritsah pergi ke Thaif yang terletak di sebelah timur kota
Mekah.
Maksud Rasulullah SAW berkunjung ke Thaif adalah untuk
menyeru para pemimpin Bani Sakif dan kaumnya agar masuk Islam dan memberikan
perlindungan kepada Nabi SAW dan umat Islam, dari tekanan dan kekerasan kaum
kafir Quraisy.[7]
Rasulullah SAW menemui tiga orang bersaudara pemimpin
Bani Sakif, yakni Abdul Jalil, Mas’ud, dan Habib, yang ketiga-tiganya putra dan
‘Amru bin Umair. Beliau menjelaskan maksud kunjungannya, seperti tersebut di
atas kepada tiga pemimpin Bani Sakif itu. Namun mereka bertiga bukan hanya
menolak seruan dakwah Rasulullah SAW, tetapi secara diam-diam menyuruh
anak-anak dan para budak agar berteriak mengusir Nabi Muhammad SAW dan Zaid bin
Haritsah supaya segera meninggalkan kota Thaif. Selain itu mereka mengejek,
mengolok-olok, dan melempari Rasulullah SAW dengan batu sehingga kakinya
berdarah.
Menanggapi sikap keras pemimpin-pemimpin dan kaum Bani
Sakif seperti itu, Rasulullah SAW tidak menaruh rasa dendam sedikit pun. Bahkan
beliau berdoa, “Ya Allah berilah mereka petunjuk, karena mereka termasuk
orang-orang yang belum paham.”
2.2 Masa
Khulafaurrasyidin
Dalam pandangan kaum Sunni, sebelum Nabi Muhammad wafat
beliau tidak menunjuk calon pengganti untuk melanjutkan kepemimpinan umat
Islam. Nampaknya persoalan tersebut diserahkan kepada umat, Nabi cukup dengan
mengisyaratkan prinsip-prinsipnya, seperti pentingnya musyawarah, keadilan, kepemimpinan
dan toleransi. Berbeda dengan kaum Suni, kaum Syiah berpendapat bahwa Ali telah
mendapat pelimpahan kepemimpinan dari Nabi.
1)
Abu Bakar Sidik
Abu Bakar Sidik adalah anak dari Abi Quhafah, ia termasuk
orang Quraisy terkemuka yang pertama masuk Islam. Usianya sebaya dengan usia Nabi,
itu sebabnya persahabatan keduanya sangat akrab.[8] Persahabatan menjadi lebih
kuat setelah perkawinan antara Nabi dengan puteri Abu Bakar, Aisyah.
Sejak awal Abu
Bakar sudah menunjukkan dedikasinya terhadap misi Nabi. Dikenal sebagai sahabat
yang dermawan, ia mengorbankan sebahagian kekayaannya untuk menyebarkan dakwah Islam
dan melindungi orang Islam Mekah dari isolasi yang dilancarkan kafir Quraisy.
Abu Bakar sangat memahami kesulitan dan penderitaan Nabi terutama sewaktu
mengalami tekanan fisik dan fsikis sepeninggal isterinya Khadijah dan pamannya
Abu Thalib. Ia orang terpercaya yang diajak menemani Nabi untuk hijrah ke
Madinah. Ketika Nabi wafat dan jenazahnya belum dikebumikan kaum Anshar dan
Muhajirin di Saqifah bani Saidah (semacam gedung pertemuan di Madinah) sedang
rebut memperbincangkan siapa pengganti beliau dalam memimpin umat.
Masing-masing golongan merasa paling berhak mewarisi kepemimpinan tersebut.
Perbincangan semakin mengarah pada perselisihan sengit seandainya Umar dan Abu
Bakar tidak datang ke majelis. Selanjutnya Umar menyampaikan pendapatnya bahwa
Abu Bakar lebih awal masuk Islam, sahabat senior dan pernah menjadi imam shalat
menggantikan Nabi ketika berhalangan. Kemudian Umar mengusulkan agar Abu Bakar
menjadi khalifah. Apa yang terjadi, semua pihak menerima Abu Bakar mejadi khalifah
dengan sebutan khalifah Rasulillah (pengganti rasul) dan peserta pertemuan melakukan
baiat (penerimaan dan pengakuan terhadap keabsahan kepemimpinan seseorang). Jika
mencermati sebagian anggota keluarga dekat Nabi termasuk Ali, yang kala itu paling
sibuk mengurus jenazah Nabi tidak ikut campur dalam proses naiknya Abu Bakar
menjadi khalifah. Namun demikian setelah Abu Bakar menjadi Khalifah sampai penggantinya
Umar bin Khatab tidak nampak adanya penentangan terhadap keabsahan kepemimpinan
baik dari Ali maupun keluarga dekat Nabi lainnya. Setelah Abu Bakar menjadi
khalifah (632-634 M), beliau sangat sibuk mengatasi urusan dalam negeri
seperti:
1) Mengatasi
umat yang murtad besar-besaran dan menumpas para pembangkang kedaulatan
khalifah.
2) Menumpas
orang-orang yang mengaku sebagai Nabi di Yamamah, seperti Musailamah alKadzab
yang kharismatik.
3) Mengatasi
orang-orang yang enggan membayar pajak dan atau zakat.
Suku-suku bangsa Arab yang tidak mau lagi tunduk ke
khalifah Abu Bakar, karena mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat
dengan Nabi Muhammad tidak berlaku lagi setelah Nabi wafat. Untuk mengatasi
para pembangkang Abu Bakar menugaskan Khalid bin Walid menjadi komandan dalam
perang riddah dan berhasil. Tampaknya pada zaman Abu Bakar sebagaimana pada
zaman Rasul kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif masih terpusat.
Sedangkan dalam memutuskan hal-hal kemasyarakatan Abu Bakar melakukannya
melalui musyawarah. Setelah selesai mengatasi persoalam dalam negeri barulah
Abu Bakar melakukan ekspansi ke luar Jazirah Arabia sebagai tindakan
melanjutkan usaha Nabi yang pernah dipersiapkan sebelum Nabi wafat. Khalid bin
Walid beserta pasukannya dikirim ke Irak dan dapat menguasai Hirah tahun 634 M.
Ke Siria dikirim pasukan yang dipimpin tiga orang jenderal, yaitu Amr Ibn al
As, Yazid Ibn Abi Sufyan dan Surahbil bin Hasanah. Abu Bakar menjadi khalifah
selama dua tahun, ia meninggal karena sakit. Sebelum meninggal ia bermusyawarah
dengan pemuka sahabat untuk mengangkat Umar sebagai penggantinya agar tidak
terjadi perselisihan di kalangan umat Islam.
2)
Umar bin Khatab
Umar bin Khatab masuk Islam pada usia 26 tahun, empat
tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Sebelum menjadi pengikut Nabi yang teguh
Umar memusuhi orang Islam secara berlebihan. Pada suatu ketika Umar berkesempatan
mendengarkan alunan al-Quran yang dibaca saudaranya, Fatimah. Tiba-tiba ia
tertarik kemudian menyatakan diri menjadi pengikut Nabi. Secara sosilogis Umar
berasal dari kelas pinggiran (Quraisy Zawahir) dari klan Adi bin Ka’ab. Umar
berlainan dengan sahabat-sahabat besar yang lain semasa hidup Nabi, Umar tidak
disebut-sebut sebagai pribadi yang menonjol dalam membuat kebijakan ataupun
perannya di medan perang. Umar lebih sering disebut-sebut
Sebagai pribadi yang pendapat-pendapatnya diterima Nabi
dan kegelisahannya melihat lingkungan sekitar menjadi sebab turunnya wahyu (QS,
33:53). Dalam suatu kesempatan Nabi juga manusia biasa pernah berandai-andai:
“Jika ada lagi nabi setelahku, maka yang pantas adalah Umar”. Nampaknya
pengandaian itu bukan karena Umar Sahabat Nabi atau karena mertua Nabi (puteri
Umar, Hafsah isteri Nabi), tetapi lebih karena ketajaman berfikir dan
firasat-firasatnya yang selaras dengan wahyu. Sebagai pribadi yang kuat dan tegar
masuknya Umar ke dalam barisan Nabi telah memperkuat keberadaan orang Islam Mekah
dan telah menunjukan keberaniannya dalam berbagai kejadian melindungi Nabi.
Kebudayaan
Islam pada masa Umar menjadi khalifah meliputi:
1) Terkumpulnya
naskah alquran. Pasca perang ridah zaman Abu Bakar banyak penghafal yang gugur,
ini menimbulkan kehawatiran kemudian Umar sebagai khalifah berinisiatip
mengumpulkan dan membukukan al-Quran menjadi satu naskah. Sedangkan pada zaman
Usman nanti disusun dan digandakan.
2) Terjadi
ekspansi besar-besaran. Kota Damaskus ibu kota Suria dikuasai tahun 635 M. Setahun
kemudian setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, Suriah jatuh ke
bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Suria sebagai basis, ekspansi diteruskan
ke Mesir dipimpin Amr Ibn al-As, Babilon dikepung tahun 640 M, tentara Bizantium
di Heliopolis dikalahkan dan Alexandria menyerah tahun 641 M. Ke Irak dipimpin
Sa’ad bin al-Waqas, Al-Qadisiyah sebuah kota dekat Al-Hirah jatuh tahun 637 M.
Serangan dilanjutkan ke Al-Madain (Ctesiphon) ibu kota Persia dikuasai tahun itu
juga. Pada tahun 641 M. Mosul dapat ditundukan. Nampaknya ekspansi bukan semata-mata
perluasan daerah kekuasaan, tetapi sebagaimana masa Nabi, ekspansi sebagai
bagian dari usaha dakwah Islam.
3) Organisasi
diperluas ke wilayah-wilayah dengan mengembangkan system kepemimpinan
berdasarkan kategori “kedinian” (sabiqah) dalam menerima dakwah Nabi,
mencontoh dan memodifikasi administrasi Negara dari Persia seperti terdapat sistem
pembayaran gaji dan pajak, mendirikan baitul mal, menempa mata uang dan membuat
sistem penanggalan dengan tahun hijriah.
4) Membuat
peta wilayah kekuasaan menjadi 8 propinsi: Mekah, Madinah, Suria, Jazirah,
Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Mendirikan lembaga pengadilan, jawatan kepolisian
dan jawatan pekerjaan umum.
5) Terdapat
model ijtihad “Fikih Umar”. Umpamanya Umar menolak untuk memotong tangan
pencuri atas dasar “keterpaksaan mencuri” pada waktu kelaparan, Menolak pembagian
zakat kepada muallaf yang keadaan ekonominya baik, dan Umar tidak membagi habis
harta pampasan perang kepada pasukan melainkan sebahagiannya dimasukan ke
baitul mal.
6) Terdapat
contoh konkrit hidup sederhana. Pada saat kekayaan Negara melimpah, Umar masih
mau memakai pakaian bertambal di muka umum, tidak ada istana dan
pakaiankebesaran baik untuk khalifah maupun bawahannya sehingga tidak ada
perbedaanantara penguasa dengan rakyatnya dan mereka setiap waktu dapat
dihubungi danmenghubungi rakyat. Sikap khalifah seperti ini, kemudian jadi
salah satu inspirasi/dasar ajaran tasawuf di kemudian hari.
7) Terbentuknya
sebuah dewan yang bertugas memilih khalifah sepeninggal Umar. Enam anggota
dewan itu adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqas dan Abdurrahman
bin Auf. Masing-masing memiliki hak memilih dan dipilih. Ditambah seorang
anggota peninjau, yaitu Abdullah bin Umar, anak Umar sendiri tanpa hak dipilih
dan memilih. Akhir hayat Umar sungguh tragis, khalifah besar yang berjasa wafat
di tangan seorang budak asal Persia yang nyelinap pada waktu shalat subuh di
mesjid Madinah dengan cara menikam dari belakang. Menurut Hasan Ibrahim Hasan
(1989:53) peristiwa tragis itu terjadi akibat ketidakpuasan orang Persia atas
orang Arab yang dianggap telah merebut kemerdekaan Persia.
3)
Usman bin Affan
Usman termasuk seorang kelompok Quraisy terkemuka yang
masuk Islam sejak awal. Latar belakang keluarganya yang kuat dan
keberhasilannya sebagai saudagar Mekah telah menjadikan dukungannya terhadap
Nabi sangat berarti. Dengan caranya sendiri Usman ikut memperkuat kelompok
pengikut Nabi. Antara lain Usman menyumbangkan sebahagian kekayaannya membekali
umat Islam dengan 950 unta, 150 bagal dan 1000 dirham dalam ekspedisi yang
dipersiapkan Nabi untuk melawan pasukan Bizantium. Usman juga membeli mata air
Romawi dan mewaqafkannya kepada umat Islam.
Keteguhan Usman terlihat ketika ia ikut hijrah ke Habsyah
(Ethiopia) beberapa tahun sebelum hijrah ke Madinah, ia bersedia meninggalkan
segala kekayaan dan aktivitas bisnisnya yang sedang mekar di Mekah. Ikatan
kekeluargaan Usman dengan Nabi diperkuat lewat perkawinannya dengan dua puteri
Nabi, Ruqayah, dan setelah Ruqayah meninggal, kemudian menikahi Ummu Kulsum. Naiknya
Usman menjadi khalifah berawal dari keputusan Umar, yang menunjuk enam orang
sahabat terkemuka yang bertugas memilih khalifah di antara enam orang sahabat tersebut
sepeninggalnya Umar.
Pemerintahan Usman berlangsung 12 tahun (644-656 M/23-35
H) terdiri dari dua fase. Enam tahun pertama berlangsung dengan baik, sedangkan
enam tahun kedua berlangsung kacau. Boleh jadi di samping Usman usianya sudah
semakin tua juga karena pribadi Usman yang lemah dan lembut sehingga tidak
mampu menahan ambisi keluarga, usman juga tidak terlalu tegas terhadap
kesalahan bawahannya dan terkesan nevotisme.
Beberepa
kebudayaan yang berkembang saat Usman menjadi khalifah adalah:
1) Dibangun
bendungan untuk menjaga arus banjir dan mengatur pembagian air ke berbagai
kota.
2) Tersusun
dan tercetaknya mushaf Alquran sebagai kelanjutan dari ide pengumpulan al-Quran
pada zaman Umar.
3) Terbangunnya
jalan-jalan, jembatan, mesjid-mesjid dan memperluas mesjid Madinah.
4) Perluasan
wilayah dan pembentukan kota-kota baru, seperti kawasan Khurasan disebelah
timur, Tripoli dan Siprus di bagian barat.
4)
Ali bin Abi Thalib
Ali termasuk orang pertama masuk Islam dari kalangan anak
muda, ia adalah saudara sepupu Nabi dan sekaligus menantu Nabi. Memiliki
keberanian luar biasa di medan perang dan pernah dipercaya Nabi menempati
tempat tidur Nabi saat Nabi berangkat hijrah ke Madinah, sebagai upaya mengecoh
kafir Quraisy yang mengancam akan membunuhnya, sungguh sebuah pekerjaan yang
beresiko tinggi.
Ali memiliki visi kepemimpinan yang terbuka. Keakrabannya
dengan Nabi dan pengamatannya terhadap perkembangan politik semasa dua khalifah
sebelumnya telah membuat Ali mencari pola tersendiri untuk menghadapi
kekhalifahannya. Keteguhan Ali terlihat jelas pada saat ia memiliki kesempatan
besar untuk terpilih menjadi khalifah mengantikan Umar. Memang konsep Ali yang
prinsipnya menuntut kesamaan dapat menggugurkan kebijaksanaan Umar khususnya
tentang sabiqah, yaitu sistem stratifikasi yang berdasar kepada cepat
atau lambatnya masuk Islam.
faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi (perluasan
wilayah) sangat cepat, yaitu:
1) Islam
di samping ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga mementingkan
soal pembentukan masyarakat.
2) Dalam
diri para sahabat Nabi terdapat keyakinan tentang kewajiban menyampaikan ajaran
Islam ke seluruh penjuru dunia. Dan terdapat kegemaran bagi Bangsa Arab untuk
berperang, maka bertemulah antara kegemaran berperang dengan keyakinan adanya
kewajiban menyampaikan ajaran Islam dalam sebuah ekspansi yang dahsyat mengalahkan
Negara tetangga yang tangguh, Bizantium dan Persia.
3) Bizantium
dan Persia, dua kekuatan yang mengusai Timur Tengah waktu itu mulai memasuki
masa kemunduran dan kelemahan. Karena kedua Negara tersebut sering berperang
dan masing-masing Negara memiliki problem sendiri. Di daerah yang berada dalam
kekuasaan Bizantium terdapat pertentangan antara penganut agama. Sedangkan di
daerah kekuasaan Persia selain ada pertentangan antara penganut agama juga
terdapat perselisihan antara anggota keluarga kerajaan dalam perebutan kekuasaan.
4) Kerajaan
Bizantium memaksakan aliran yang dianut kepada rakyat yang diperintah, sehingga
rakyat merasa hilang kemedekaannya. Hal ini berbeda dengan Islam yang dibawa ke
daerah-daerah yang ditaklukan tidak memaksa rakyat untuk merobah agamanya. Yang
diwajibkan bagi umat Islam adalah menyampaikan, selanjutnya diserahkan kepada
yang bersangkutan untuk masuk Islam atau tidak. Umumnya mereka tetap dalam
agamanya masing-masing, tetapi diharuskan membayar semacam pajak yang disebut jizyah.
5) Bangsa
Sami di Suria dan Palestina serta bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab
lebih dekat kepada mereka ketimbang bangsa Eropa Bizantium yang menguasai mereka.
6) Daerah
yang sudah dikuasai Islam seperti Mesir, Suria dan Irak penuh dengan kekayaan,
sehingga mempermudah untuk biaya ekspansi berikutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gerakan dakwah nabi Muhammad saw pertama
dimulai di kalangan keluarganya yaitu Khadijah, selanjutnya adalah Ali, sepupu
nabi, yang tinggal bersamanya sejak masa kecil. Zayd ibn Haritsah, anak angkat
dan teman karib Muhammad saw. Kadijah, Ali dan Zayd, semuanya adalah anggota
rumah tangga nabi. Abu bakar merupakan orang pertama yang memeluk islam dari
kalangan tetangganya.
Dakwah nabi Muhammad periode mekah adalah objek
dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab jahiliah atau
masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Ajaran Islam periode Mekah, yang
harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah Keesaan Allah SWT, hari kiamat sebagai hari pembalasan, kesucian jiwa dan persaudaraan dan persatuan. Strategi nabi
dalah dakwah secara sembunyi-sembunyi dan secara terang terangan.Dakwah nabi
periode madinah dengan objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah
adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dan kalangan Muhajirin dan Ansar.
Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah,
para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab, dan yang tidak
termasuk bangsa Arab. Dakwah para sahabat rasul yang sering disebut
khulafaurrasydin, mereka meneruskan dakwah rosul dengan lebih menekankan
perluasan wilayah islam dengan dunia politik, pendidikan dan ilmu-ilmu lain.
3.2 Saran
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula
dengan makalah yang kelompok kami buat ini, tentunya masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Dan kelompok kami berharap agar para pembaca bisa
memberikan kritik dan sarannya untuk makalah yang kami buat ini agar kedepannya
pembuatan makalah kelompok kami bisa lebih baik lagi sesuai dengan yang kita
inginkan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Qahthani, Said Bin Ali. 1994. Da’wah
Islam Da’wah Bijak. Jakarta: Gema Insani
Press.
Al
Yahsubi, Qodi’iyad Ibn Musa. 2002. Keagungan
Kekasih Allah Muhammad Saw Keistimewaan Personal Keteladanan Berisalah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Arnold,
Thomas W. 1979. Sejarah Da’wah Islam.
(A. Nawawi Rambe, Penerjemah). Jakarta: Widjaya.
Hasan,
Hasan Ibrahim. 2001. Sejarah Dan Kebudayaan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Muthahhari, Murtadha.
2002. Karakter Agung Ali Bin Abi Thalib.
Jakarta: Pustaka Zahra.
Nata,
Abiddin. 2011. Studi Ialam Komperehensif.
Jakarta: Kencana.
Siddiqi,
Abdul Hamid. 2002. Kahidupan Rasul Allah
Muhammad Saw. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[1] Abdul Hamid Siddiqi, Kahidupan Rasul Allah Muhammad Saw, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 67.
[2] Nawawi Rambe, Sejarah Da’wah Islam, ( Jakarta:
Widjaya, 1979), hlm. 14.
[3] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2001), hlm. 155.
[4] Said Bin Ali Al
Qahtahani, Da’wah Islam Da’wah Bijak, (Jakarta: Gema Insani Press,1994), hlm.
109.
[5]
OpCit., hlm. 110.
[6]
Qadi’iyad Ibn
Musa Al Yahsubi, Keagungan Kekasih Allah
Muhammad Saw Keistimewaan Personal Keteladanan Berisalah, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm.50.
[7] Abdul Hamid Siddiqi, Kahidupan Rasul Allah Muhammad Saw, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 73.
[8] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2001), hlm. 394.