Senin, 06 April 2015

ski- dakwah nabi muhammad saw dan para sahabatnya

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Muhammad adalah manusia fenomenal dalam sepanjang sejarah kehidupan dan peradaban manusia. Ia adalah manusia biasa, namun memiliki keistimewaan-keistimewaan yang langsung diberikan Allah padanya. Sifat dari kenabiannya adalah menyampaikan kebenaran Islami, atau “amar ma’ruf nahi mungkar”. Setiap nabi datang dengan agama Ilahi yang didasarkan pada kepasrahan kepada Allah dan hanya mempunyai misi menyampaikan risalahnya.
Islam selain memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan, Islam juga memberikan perhatian terhadap dakwah. Setelah menerima ayat 1-5 surat al-‘Alaq yang berbicara mengenai pendidikan, Nabi Muhammad saw juga diperintahkan untuk melakukan dakwah yakni mengajak masyarakat untuk mengikuti ajaran yang dibawanya yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Dakwah yang dilakukan Nabi Muhamad saw ini bermula dari keluarganya sendiri, sahabat karibnya yang terdekat, terus berlanjut kepada masyarakat yang tidak terbatas hanya mereka yang tinggal di Hijaz, Mekkah, Madinah atau Jazirah Arab melainkan ke seluruh dunia.
Pada kesempatan ini, pemakalah ingin menyajikan pembahasan tentang dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad saw dan para sahabat, usaha-usaha yang dilakukan hingga rintangan-rintangan yang dialami ketika berdakwah.
1.2    Rumusan Masalah
1.   Bagaimana dakwah nabi mumahammad dalam menyiarkan agama islam?
2.   Apa yang diajarkan nabi Muhammad dalam dakwahnya?
3.   Bagaimana sikap para sahabat terhadap dakwah nabi Muhammad?
4.   Bagaimana reaksi kaum qurays terhadap dakwah nabi Muhammad?


BAB II
PEMBAHASAN
DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW DAN PARA SAHABATNYA
2.1    Dakwah Nabi Muhammad
Rasulullah saw adalah seorang hamba Allah yang berhiaskan budi pekerti luhur dan terpuji. Beliau sangat terkenal di kalangan masyarakat Quraisy sebagai seorang kesatria, selalu teguh dan tepat memegang janji, orang yang sangat baik dengan tetangga dan sangat santun, rendah diri (tawadhu’), dermawan, pemberani, jujur, terpercaya sehingga mereka menyebutnya “al-amin” dan orang yang selalu menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak baik.
2.1.1    Gerakan Dakwah
Nabi mulai dakwah sucinya langsung dari rumahnya. Khadijah adalah orang pertama yang beruntung diberi tahu tentang kenabiannya, dan tanpa keraguan sedikitpun ia mengakui kebenaran kenabian yang datang kepadanya itu dari Tuhan.[1] Dialah orang pertama yang masuk Islam dan menanggung penderitan demi Islam, bersama dengan suaminya. Selanjutnya adalah Ali, sepupu nabi, yang tinggal bersamanya sejak masa kecil. Zayd ibn Haritsah, anak angkat dan teman karib Muhammad saw. Kadijah, Ali dan Zayd, semuanya adalah anggota rumah tangga nabi.
Abu bakar merupakan orang pertama yang memeluk islam. Dia telah lama berhubungan akrab dengan nabi dan keakraban ini memberinya kesempatan untuk menilai kemuliaan dan kejujuran sahabatnya dan akhirnya membenarkan pengakuannya sebagai rosulullah. Nabi suatu ketika bersabda: “aku tidak pernah mengajak seorang pun untuk beriman yang tanpa ragu-ragu memeluknya kecuali Abu Bakar. Mengenai Abu Bakar, ketika aku menawarkan islam, dia sama sekali tidak menunjukkan keraguannya, bahkan sedikitpun tidak”.
2.1.2    Dakwah Nabi Muhammad Periode Mekah
Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab jahiliah atau masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Kebodohan masyarakat Arab waktu itu, terdapat dalam bidang agama, moral, dan hukum.[2] Dalam bidang agama, umumnya masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dan ajaran agama Tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Ibrahim A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala.
Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab jahiliah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in serta menyembah matahari, bulan, dan jin yang diperbuat oleh sebagian masyarakat di luar kota Mekah. Dalam bidang moral, masyarakat Arab jahiliah telah menempuh cara-cara yang sesat, seperti:
a.  Bila terjadi peperangan antar kabilah, maka kabilah yang kalah perang akan dijadikan budak oleh kabilah yang menang perang.
b.  Menempatkan perempuan pada kedudukan rendah. Dalam masyarakat Arab jahiliah perempuan tidak berhak mewarisi harta peninggalan suaminya, ayahnya, atau anggota keluarga yang lain. Bahkan seorang wanita (istri) boleh diwarisi oleh anak tirinya atau anggota keluarga lain dan suaminya yang telah mati.
c.   Memiliki kebiasaan buruk, yakni berjudi dan meminum minuman keras. Kejahiliahan mereka dalam bidang hukum antara lain anggapan mereka bahwa judi, bermabuk-mabukan, berzina, mencuri, merampok, dan membunuh, bukan merupakan perbuatan yang salah.
Namun perlu diketahui bahwa tidak semua perilaku masyarakat Arab jahiliah itu buruk, tetapi ada pula yang baiknya. Seperti memiliki keberanian dan kepahlawanan, suka menghormati tamu, murah hati, dan mempunyai harga diri. Juga dalam bidang perdagangan, ada sebagian masyarakat Arab jahiliah yang sudah memiliki kemajuan.[3]
a.    Ajaran Islam Periode Mekah
Ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut:
1.         Keesaan Allah SWT
2.         Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
3.         Kesucian jiwa
4.         Persaudaraan dan Persatuan

b.    Strategi Dakwah Rasulullah Saw Periode Mekah
Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliahannya di bidang agama, moral, dan hukum. Sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai berikut:
1)    Dakwah secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun
Cara ini ditempuh oleh Rasulullah SAW karena beliau begitu yakin, bahwa masyarakat Arab jahiliah, masih sangat kuat mempertahankan kepercayaan dan tradisi warisan leluhur mereka. Sehingga mereka bersedia berperang dan rela mati dalam mempertahankannya. Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abu Thalib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan Ummu Aiman.[4]
Usaha dak’wah Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil karena ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:
·      Abdul Amar dan Bani Zuhrah (Abdurrahman bin Auf).
·      Abu Ubaidah bin Jarrah dan Bani Hari.
·      Utsman bin Affan.
·      Zubair bin Awam.
·      Sa’ad bin Ahu Waqqas.
·      Thalhah bin Ubaidillah.

2)    Dakwah Secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebagai berikut:[5]
a.  Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak mereka agar masuk Islam. Ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sebenarnya sudah masuk Islam, tetapi merahasiakan keislamannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
b.  Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul Bukit Shafa, yang letaknya tidak jauh dan Ka’bah. Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dua orang kuat dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib  dan Umar bin Khattab.
c.   Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain: Abu Zar Al-Giffari, Tufail bin Amr Ad-Dausi, Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yatsrib (Madinah), yang datang ke Mekah untuk berziarah nampak berhasil.

3)    Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah
Kaum kafir Quraisy menolak dakwah Rasulullah SAW, setelah berdakwah itu dilakukan secara terang-terangan, yakni semenjak tahun ke-4 kenabian. Sebab-sebab kaum kafir Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:
a.  Rasulullah SAW mengajarkan tentang adanya persamaan hak dan kedudukan antara semua orang. Mulia tidaknya seseorang tergantung ketakwaannya kepada Allah SWT. Orang miskin yang bertakwa, di hadapan Allah SWT Iebih mulia daripada orang kaya yang durhaka.
b.  Islam mengajarkan adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa maka di alam kuburnya akan memperoleh kenikmatan dan di alam akhiratnya akan masuk surga. Sedangkan manusia yang ketika di dunianya durhaka dan banyak berbuat jahat, maka di alam kuburnya akan disiksa. Dan di alam akhiratnya akan masuk neraka.
c.   Kaum kafir Quraisy menolak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidup bermasyarakat warisan leluhur mereka. Mereka berkata, “Cukuplah bagi kami apa yang telah kami terima dari nenek moyang kami.”
d.  Islam melarang menyembah berhala, memperjualbelikan berhala-berhala, dan melarang penduduk Mekah dan luar Mekah berziarah memuja berhala, padahal itu semua mendatangkan keuntungan di bidang ekonomi terhadap kaum kafir Quraisy. Oleh karena itulah, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW.
Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW bermacam-macam antara lain :
·      Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleb para pemiliknya atau tuannya di luar batas perikemanusiaan. Bahkan, Az-Zanirah disiksa hingga mengalami kebutaan dan Ummu Amr binti Yasir, budak milik Bani Makhzum disiksa oleh tuannya sampai mati.
·      Setiap keluarga dari kalangan kaum kafir Quraisy diharuskan menyiksa anggota keluarganya yang telah masuk Islam, sehingga ia kembali menganut agama keluarganya (agama Watsani).
·      Nabi Muhammad SAW sendiri dilempari kotoran oleh Ummu Jamil (istri Abu Lahab) dan dilempari isi perut kambing oleh Abu Jahal.
·      Kaum kafir Quraisy meminta Abu Thalib, paman dan pelindung Rasulullah SAW, agar Rasulullah SAW menghentikan dakwahnya. Namun tatkala Abu Thalib menyampaikan keinginan kaum kafir Quraisy tersebut Rasulullah SAW bersabda : “Wahai pamanku demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini hingga aku menang, atau aku binasa karenanya.”
·      Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kaum kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala. Usul tersebut ditolak oleh Nabi SAW, karena menurut ajaran Islam mencampuradukkan akidah dan ibadah Islam dengan akidah dan ibadah bukan Islam, termasuk perbuatan haram dan merupakan dosa besar.

2.1.3    Dakwah Rasulullah Saw Periode Madinah

1.    Tujuan Hijrah Nabi Muhammad SAW dan Umat Islam
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui umat Islam. Pertama, hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan diridai-Nya. Arti hijrah dalam pengertian pertama ini wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam. Rasuluilah SAW bersabda:
Artinya : “Orang berhijrah itu ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT” (H. R. Bukhari)
Arti kedua dari hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir, karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yatsrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yatsrib (negeri Islam) adalah:
·      Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman, dan kekerasan kaum kafir Quraisy.
·      Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanva dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya.

2.    Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijrah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surah Makkiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang rerkandung dalam 25 surah Madaniyah dan hadis periode Madinah. Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dan kalangan Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab, dan yang tidak termasuk bangsa Arab. Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman: “Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta.” (QS. Al-Anbiyã’, 21: 107)
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk:
·      Membela diri, kehormatan, dan harta.
·      Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya.
·      Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Ada beberapa peperangan yang pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW seperti:
1)  Perang Badar Al-Kubra, terjadi pada tanggal 17 Ramadan tahun 2 H. di sebuah tempat dekat Perigi Badar, yang letaknya antara Mekah dan Madinah.
2)  Perang Uhud, terjadi pada pertengahan Sya’ban tahun 3 H. Pada peperangan ini kaum Muslimin mengalami kekalahan.
3)  Perang Ahzab (Khandaq), terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H.
Pada tahun keenam hijriah Rasulullah SAW dan para pengikutnya umat Islam penduduk Madinah yang berjumlah 1000 orang berangkat menuju Mekah untuk melakukan umrah dan sebelum sampai Mekkah mereka memakai pakaian ihram dan membawa pedang yang diletakkan dalam sarung untuk menjaga diri diperjalanan. Ketika rombongan kaum Muslimin tiba di suatu tempat yang bernama ”Al Hudaibiyah”, untuk beristirahat dan untuk melihat situasi. Sebenarnya saat itu termasuk bulan yang disucikan oleh bangsa Arab sebelum Islam. Mereka dilarang melakukan peperangan di dalamnya. Namun dalam kenyataannya, kaum kafir Quraisy telah menempatkan sejumlah bala tentara yang cukup besar di perbatasan kota Mekah, siap untuk melakukan peperangan.
Membaca situasi yang demikian, kemudian Rasulullah SAW mengutus sahabat Utsman bin Affan memasuki kota Mekah untuk menemui pimpinan kaum kafir Quraisy dan menjelaskan kepadanya, bahwa kedatangan mereka ke Mekah bukan untuk berperang, tetapi semata-mata untuk melakukan ibadah umrah. Namun kaum kafir Quraisy bersikeras tidak mengizinkan kaum Muslimin memasuki kota Mekah, dengan alasan akan menjatuhkan kewibawaan kaum kaflr Quraisy pada pandangan bangsa Arab.
Sahabat Utsman ditahan oleh kaum kafir Quraisy, bahkan tersiar kabar bahwa beliau telah dibunuh. Menyikapi kabar tersebut kaum Muslimin telah bersepakat mengadakan “sumpah setia” (baiat), untuk berperang melawan kafir Quraisy, sampai meraih kemenangan. Sumpah setia itu disebut “Baiatur Ridwan”.
Untunglah di saat-saat genting seperti itu sahabat Utsman bin Affan muncul, membawa berita akan diadakannya perundingan antara kaum kafir Quraisy dengan kaum Muslimin. Maka terjadilah perundingan antara delegasi kaum kafir Quraisy yang dipimpin oleh Suhail Ibnu Umar dan delegasi umat Islam yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW.
Perundingan tersebut melahirkan kesepakatan antara dua belah pihak, dan melahirkan sebuah perjanjian, yang dikenal dalam sejarah sebagai perjanjian Hudaibiyah (Sulhul Hudaibiyah). [6]
Kaum kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat menguntungkan kaum Muslimin. Umat Islam semakin kuat, karena hampir seluruh semenanjung Arab, termasuk suku-suku bangsa Arab yang paling selatan telah menggabungkan diri kepada Islam. Kaum kafir Quraisy merasa terpojok, dan mereka secara sepihak berniat membatalkan perjanjian Hudaibiyah itu, dengan cara menyerang Bani Khuza’ah yang berada di bawah perlindungan Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah mereka bunuh dan selebihnya mereka cerai-beraikan. Bani Khuza’ah segera mengadu kepada Rasulullah SAW dan mohon keadilan.
Mendapat pengaduan seperti itu kemudian Nabi Muhammad SAW dengan sepuluh ribu bala tentaranya berangkat menuju kota Mekah untuk membebaskan kota Mekah dari para penguasa kafir yang zalim, yang telah melakukan pembunuhan secara kejam terhadap umat Islam dan Bani Khuza’ah.
Rasulullah SAW sebenarnya tidak menginginkan terjadinya peperangan, yang sudah tentu akan menelan banyak korban jiwa. Untuk itu Rasulullah SAW dan bala tentaranya berkemah di pinggiran kota Mekah dengan maksud agar kaum kafir Quraisy melihat sendiri, kekuatan besar dan bala tentara kaum Muslimin.
Taktik Rasulullah SAW seperti itu ternyata berhasil, sehingga dua orang pemimpin Quraisy yaitu Abbas (paman Nabi SAW) dan Abu Sufyan (seorang bangsawan Quraisy yang lahir tahun 567 M dan wafat tahun 652 M) datang menemui Rasulullah SAW dan menyatakan diri masuk Islam.
Dengan masuk Islamnya kedua orang pemimpin kaum kafir Quraisy itu, Rasulullah SAW dan bala tentaranya dapat memasuki kota Mekkah dengan aman dan membebaskan kota itu dari para penguasa kaum kafir Quraisy yang zalim. Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada tahun 8 H secara damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Bahkan setelah itu, kaum Quraisy berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam, menerima ajakan Rasulullah dengan kerelaan hati. Kernudian bersama-sama bala tentara Islam mereka membersihkan Ka’bah dan berhala-berhala dan menghancurkan berhala-berhala itu.
Kaum Muslimin masih menghadapi kaum musyrikin, yang semula bersekutu dengan kaum kafir Quraisy yang telah masuk Islam itu, yaitu; Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Kaum musyrikin tersebut bersatu di bawah pimpinan Malik bin Auf (Bani Nasr) berangkat menuju Mekah untuk menyerbu kaum Muslimin, yang telah menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah.
Mendengar berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam di Mekah, maka Rasulullah SAW memimpin bala tentaranya sebanyak 12000 orang menuju ke lembah Hunain tempat kaum musyrikin berkemah. Maka terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Islam dan pasukan musyrikin, yang berakhir dengan kemenangan di pihak Islam. Perang Hunain ini terjadi dua minggu setelah peristiwa pembebasan kota Mekah.
Sisa pasukan musyrikin melarikan diri ke Thaif. Rasulullah SAW dan bala tentaranya mengejar mereka sampai ke Thaif, lalu mengadakan pengepungan selama beberapa hari lamanya sehingga pemimpin mereka Malik bin Auf dengan seluruh pasukan gabungannya, yaitu: Bani Saqif, Bani Hawazim, Bani Nasr, dan Bani Jusyam menyatakan masuk Islam.
Pada tabun ke-9 dan 10 H berbagai kabilah bangsa Arab seperti Bani Tamim, Bani Amr, Bani Sa’ad Ibnu Bakr, dan Bani Abdul Haris datang ke Madinah menghadap Rasulullah SAW untuk menyatakan dukungannya. Dengan demikian seluruh Jazirah Arabia telah masuk Islam, dan masuk wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Madinah. Rasulullah SAW dan umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.

3.    Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabia
Rasulullah SAW menyeru umat manusia di luar Jazirah Arabia agar memeluk agama Islam, dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah SAW kepada para penguasa atau para pembesar mereka.
Para penguasa atau para pembesar negara yang dikirimi surat dakwah Rasulullah SAW itu seperti:
1)     Heraclius, Kaisar Romawi Timur
Yang menerima surat dakwah Rasulullah, melalui utusannya Dihijah bin Khalifah. Heraclius tidak menerima seruan dakwah Rasulullah SAW karena tidak mendapat persetujuan dari para pembesar negara dan pendeta. Namun surat dakwah itu dibalasnya dengan tutur kata sopan, disamping mengirimkan hadiah untuk Rasulullah SAW.
2)     Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir
Rasulullah SAW mengirim surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang bernama Hatib. Setelah surat itu dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan untuk masuk Islam, namun dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah SAW dan mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, kuda, keledai, dan pakaian-pakaian.
3)     Syahinsyah, Kaisar Persia
Syahinsyah adalah penguasa yang zalim dan sombong. Karena kesombongannya surat dakwah Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya. Mengetahui surat dakwah itu dirobek-robek, Rasulullah menjelaskan bahwa Syahinsyah yang sombong itu akan dibunuh oleh anaknya sendiri pada malam Selasa tanggal 10 Jumadil Awal tahun ke-7 hijrah. Apa yang diucapkan Rasulullah SAW ternyata sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah dibunuh oleh anaknya sendiri Asv-Syirwaih karena kezalimannya.
Kemudian surat dakwah Rasulullah SAW dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja Ethiopia), Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrain), Hudzah bin Ali (Raja Yamanah), dan Al-Haris (Gubernur Romawi di Syam). Di antara penguasa-penguasa tersebut yang menerima seruan dakwah Rasulullah, hanyalah Al-Munzir bin Sawi penguasa Bahrain yang menyatakan masuk Islam dan mengajak para pembesar negara dan rakyatnya agar masuk Islam.

4.    Strategi Dakwah Rasulullah Saw Periode Madinah
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
a.    Berdakwah dimulai dan diri sendiri;
b.    Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl/16: 125.
c.    Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya.
d.    Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan niat untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam atau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah naungan rida Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a.    Membangun Masjid
b.    Mempersaudarakan antara Kaum Muhajirin dan Ansar
c.    Perjanjian Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
d.    Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial yan Islami demi Terwujudnya Masyarakat Madani

    2.1.4 Dakwah Rasulullah SAW Ke Thaif
Setelah Abu Thalib (paman Rasulullah SAW) dan Khadijah (istri Rasulullah SAW) wafat, tepatnya tahun ke-10 dari kenabian (620 M), Rasulullah SAW dengan ditemani anak angkatnya Zaid bin Haritsah pergi ke Thaif yang terletak di sebelah timur kota Mekah.
Maksud Rasulullah SAW berkunjung ke Thaif adalah untuk menyeru para pemimpin Bani Sakif dan kaumnya agar masuk Islam dan memberikan perlindungan kepada Nabi SAW dan umat Islam, dari tekanan dan kekerasan kaum kafir Quraisy.[7]
Rasulullah SAW menemui tiga orang bersaudara pemimpin Bani Sakif, yakni Abdul Jalil, Mas’ud, dan Habib, yang ketiga-tiganya putra dan ‘Amru bin Umair. Beliau menjelaskan maksud kunjungannya, seperti tersebut di atas kepada tiga pemimpin Bani Sakif itu. Namun mereka bertiga bukan hanya menolak seruan dakwah Rasulullah SAW, tetapi secara diam-diam menyuruh anak-anak dan para budak agar berteriak mengusir Nabi Muhammad SAW dan Zaid bin Haritsah supaya segera meninggalkan kota Thaif. Selain itu mereka mengejek, mengolok-olok, dan melempari Rasulullah SAW dengan batu sehingga kakinya berdarah.
Menanggapi sikap keras pemimpin-pemimpin dan kaum Bani Sakif seperti itu, Rasulullah SAW tidak menaruh rasa dendam sedikit pun. Bahkan beliau berdoa, “Ya Allah berilah mereka petunjuk, karena mereka termasuk orang-orang yang belum paham.”

2.2 Masa Khulafaurrasyidin
Dalam pandangan kaum Sunni, sebelum Nabi Muhammad wafat beliau tidak menunjuk calon pengganti untuk melanjutkan kepemimpinan umat Islam. Nampaknya persoalan tersebut diserahkan kepada umat, Nabi cukup dengan mengisyaratkan prinsip-prinsipnya, seperti pentingnya musyawarah, keadilan, kepemimpinan dan toleransi. Berbeda dengan kaum Suni, kaum Syiah berpendapat bahwa Ali telah mendapat pelimpahan kepemimpinan dari Nabi.

1)    Abu Bakar Sidik
Abu Bakar Sidik adalah anak dari Abi Quhafah, ia termasuk orang Quraisy terkemuka yang pertama masuk Islam. Usianya sebaya dengan usia Nabi, itu sebabnya persahabatan keduanya sangat akrab.[8] Persahabatan menjadi lebih kuat setelah perkawinan antara Nabi dengan puteri Abu Bakar, Aisyah.
 Sejak awal Abu Bakar sudah menunjukkan dedikasinya terhadap misi Nabi. Dikenal sebagai sahabat yang dermawan, ia mengorbankan sebahagian kekayaannya untuk menyebarkan dakwah Islam dan melindungi orang Islam Mekah dari isolasi yang dilancarkan kafir Quraisy. Abu Bakar sangat memahami kesulitan dan penderitaan Nabi terutama sewaktu mengalami tekanan fisik dan fsikis sepeninggal isterinya Khadijah dan pamannya Abu Thalib. Ia orang terpercaya yang diajak menemani Nabi untuk hijrah ke Madinah. Ketika Nabi wafat dan jenazahnya belum dikebumikan kaum Anshar dan Muhajirin di Saqifah bani Saidah (semacam gedung pertemuan di Madinah) sedang rebut memperbincangkan siapa pengganti beliau dalam memimpin umat. Masing-masing golongan merasa paling berhak mewarisi kepemimpinan tersebut. Perbincangan semakin mengarah pada perselisihan sengit seandainya Umar dan Abu Bakar tidak datang ke majelis. Selanjutnya Umar menyampaikan pendapatnya bahwa Abu Bakar lebih awal masuk Islam, sahabat senior dan pernah menjadi imam shalat menggantikan Nabi ketika berhalangan. Kemudian Umar mengusulkan agar Abu Bakar menjadi khalifah. Apa yang terjadi, semua pihak menerima Abu Bakar mejadi khalifah dengan sebutan khalifah Rasulillah (pengganti rasul) dan peserta pertemuan melakukan baiat (penerimaan dan pengakuan terhadap keabsahan kepemimpinan seseorang). Jika mencermati sebagian anggota keluarga dekat Nabi termasuk Ali, yang kala itu paling sibuk mengurus jenazah Nabi tidak ikut campur dalam proses naiknya Abu Bakar menjadi khalifah. Namun demikian setelah Abu Bakar menjadi Khalifah sampai penggantinya Umar bin Khatab tidak nampak adanya penentangan terhadap keabsahan kepemimpinan baik dari Ali maupun keluarga dekat Nabi lainnya. Setelah Abu Bakar menjadi khalifah (632-634 M), beliau sangat sibuk mengatasi urusan dalam negeri seperti:
1)    Mengatasi umat yang murtad besar-besaran dan menumpas para pembangkang kedaulatan khalifah.
2)    Menumpas orang-orang yang mengaku sebagai Nabi di Yamamah, seperti Musailamah alKadzab yang kharismatik.
3)    Mengatasi orang-orang yang enggan membayar pajak dan atau zakat.
Suku-suku bangsa Arab yang tidak mau lagi tunduk ke khalifah Abu Bakar, karena mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad tidak berlaku lagi setelah Nabi wafat. Untuk mengatasi para pembangkang Abu Bakar menugaskan Khalid bin Walid menjadi komandan dalam perang riddah dan berhasil. Tampaknya pada zaman Abu Bakar sebagaimana pada zaman Rasul kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif masih terpusat. Sedangkan dalam memutuskan hal-hal kemasyarakatan Abu Bakar melakukannya melalui musyawarah. Setelah selesai mengatasi persoalam dalam negeri barulah Abu Bakar melakukan ekspansi ke luar Jazirah Arabia sebagai tindakan melanjutkan usaha Nabi yang pernah dipersiapkan sebelum Nabi wafat. Khalid bin Walid beserta pasukannya dikirim ke Irak dan dapat menguasai Hirah tahun 634 M. Ke Siria dikirim pasukan yang dipimpin tiga orang jenderal, yaitu Amr Ibn al As, Yazid Ibn Abi Sufyan dan Surahbil bin Hasanah. Abu Bakar menjadi khalifah selama dua tahun, ia meninggal karena sakit. Sebelum meninggal ia bermusyawarah dengan pemuka sahabat untuk mengangkat Umar sebagai penggantinya agar tidak terjadi perselisihan di kalangan umat Islam.

2)    Umar bin Khatab
Umar bin Khatab masuk Islam pada usia 26 tahun, empat tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Sebelum menjadi pengikut Nabi yang teguh Umar memusuhi orang Islam secara berlebihan. Pada suatu ketika Umar berkesempatan mendengarkan alunan al-Quran yang dibaca saudaranya, Fatimah. Tiba-tiba ia tertarik kemudian menyatakan diri menjadi pengikut Nabi. Secara sosilogis Umar berasal dari kelas pinggiran (Quraisy Zawahir) dari klan Adi bin Ka’ab. Umar berlainan dengan sahabat-sahabat besar yang lain semasa hidup Nabi, Umar tidak disebut-sebut sebagai pribadi yang menonjol dalam membuat kebijakan ataupun perannya di medan perang. Umar lebih sering disebut-sebut
Sebagai pribadi yang pendapat-pendapatnya diterima Nabi dan kegelisahannya melihat lingkungan sekitar menjadi sebab turunnya wahyu (QS, 33:53). Dalam suatu kesempatan Nabi juga manusia biasa pernah berandai-andai: “Jika ada lagi nabi setelahku, maka yang pantas adalah Umar”. Nampaknya pengandaian itu bukan karena Umar Sahabat Nabi atau karena mertua Nabi (puteri Umar, Hafsah isteri Nabi), tetapi lebih karena ketajaman berfikir dan firasat-firasatnya yang selaras dengan wahyu. Sebagai pribadi yang kuat dan tegar masuknya Umar ke dalam barisan Nabi telah memperkuat keberadaan orang Islam Mekah dan telah menunjukan keberaniannya dalam berbagai kejadian melindungi Nabi.
Kebudayaan Islam pada masa Umar menjadi khalifah meliputi:
1)    Terkumpulnya naskah alquran. Pasca perang ridah zaman Abu Bakar banyak penghafal yang gugur, ini menimbulkan kehawatiran kemudian Umar sebagai khalifah berinisiatip mengumpulkan dan membukukan al-Quran menjadi satu naskah. Sedangkan pada zaman Usman nanti disusun dan digandakan.
2)    Terjadi ekspansi besar-besaran. Kota Damaskus ibu kota Suria dikuasai tahun 635 M. Setahun kemudian setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, Suriah jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Suria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir dipimpin Amr Ibn al-As, Babilon dikepung tahun 640 M, tentara Bizantium di Heliopolis dikalahkan dan Alexandria menyerah tahun 641 M. Ke Irak dipimpin Sa’ad bin al-Waqas, Al-Qadisiyah sebuah kota dekat Al-Hirah jatuh tahun 637 M. Serangan dilanjutkan ke Al-Madain (Ctesiphon) ibu kota Persia dikuasai tahun itu juga. Pada tahun 641 M. Mosul dapat ditundukan. Nampaknya ekspansi bukan semata-mata perluasan daerah kekuasaan, tetapi sebagaimana masa Nabi, ekspansi sebagai bagian dari usaha dakwah Islam.
3)    Organisasi diperluas ke wilayah-wilayah dengan mengembangkan system kepemimpinan berdasarkan kategori “kedinian” (sabiqah) dalam menerima dakwah Nabi, mencontoh dan memodifikasi administrasi Negara dari Persia seperti terdapat sistem pembayaran gaji dan pajak, mendirikan baitul mal, menempa mata uang dan membuat sistem penanggalan dengan tahun hijriah.
4)    Membuat peta wilayah kekuasaan menjadi 8 propinsi: Mekah, Madinah, Suria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Mendirikan lembaga pengadilan, jawatan kepolisian dan jawatan pekerjaan umum.
5)    Terdapat model ijtihad “Fikih Umar”. Umpamanya Umar menolak untuk memotong tangan pencuri atas dasar “keterpaksaan mencuri” pada waktu kelaparan, Menolak pembagian zakat kepada muallaf yang keadaan ekonominya baik, dan Umar tidak membagi habis harta pampasan perang kepada pasukan melainkan sebahagiannya dimasukan ke baitul mal.
6)    Terdapat contoh konkrit hidup sederhana. Pada saat kekayaan Negara melimpah, Umar masih mau memakai pakaian bertambal di muka umum, tidak ada istana dan pakaiankebesaran baik untuk khalifah maupun bawahannya sehingga tidak ada perbedaanantara penguasa dengan rakyatnya dan mereka setiap waktu dapat dihubungi danmenghubungi rakyat. Sikap khalifah seperti ini, kemudian jadi salah satu inspirasi/dasar ajaran tasawuf di kemudian hari.
7)    Terbentuknya sebuah dewan yang bertugas memilih khalifah sepeninggal Umar. Enam anggota dewan itu adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqas dan Abdurrahman bin Auf. Masing-masing memiliki hak memilih dan dipilih. Ditambah seorang anggota peninjau, yaitu Abdullah bin Umar, anak Umar sendiri tanpa hak dipilih dan memilih. Akhir hayat Umar sungguh tragis, khalifah besar yang berjasa wafat di tangan seorang budak asal Persia yang nyelinap pada waktu shalat subuh di mesjid Madinah dengan cara menikam dari belakang. Menurut Hasan Ibrahim Hasan (1989:53) peristiwa tragis itu terjadi akibat ketidakpuasan orang Persia atas orang Arab yang dianggap telah merebut kemerdekaan Persia.

3)    Usman bin Affan
Usman termasuk seorang kelompok Quraisy terkemuka yang masuk Islam sejak awal. Latar belakang keluarganya yang kuat dan keberhasilannya sebagai saudagar Mekah telah menjadikan dukungannya terhadap Nabi sangat berarti. Dengan caranya sendiri Usman ikut memperkuat kelompok pengikut Nabi. Antara lain Usman menyumbangkan sebahagian kekayaannya membekali umat Islam dengan 950 unta, 150 bagal dan 1000 dirham dalam ekspedisi yang dipersiapkan Nabi untuk melawan pasukan Bizantium. Usman juga membeli mata air Romawi dan mewaqafkannya kepada umat Islam. 
Keteguhan Usman terlihat ketika ia ikut hijrah ke Habsyah (Ethiopia) beberapa tahun sebelum hijrah ke Madinah, ia bersedia meninggalkan segala kekayaan dan aktivitas bisnisnya yang sedang mekar di Mekah. Ikatan kekeluargaan Usman dengan Nabi diperkuat lewat perkawinannya dengan dua puteri Nabi, Ruqayah, dan setelah Ruqayah meninggal, kemudian menikahi Ummu Kulsum. Naiknya Usman menjadi khalifah berawal dari keputusan Umar, yang menunjuk enam orang sahabat terkemuka yang bertugas memilih khalifah di antara enam orang sahabat tersebut sepeninggalnya Umar.
Pemerintahan Usman berlangsung 12 tahun (644-656 M/23-35 H) terdiri dari dua fase. Enam tahun pertama berlangsung dengan baik, sedangkan enam tahun kedua berlangsung kacau. Boleh jadi di samping Usman usianya sudah semakin tua juga karena pribadi Usman yang lemah dan lembut sehingga tidak mampu menahan ambisi keluarga, usman juga tidak terlalu tegas terhadap kesalahan bawahannya dan terkesan nevotisme.
Beberepa kebudayaan yang berkembang saat Usman menjadi khalifah adalah:
1)    Dibangun bendungan untuk menjaga arus banjir dan mengatur pembagian air ke berbagai kota.
2)    Tersusun dan tercetaknya mushaf Alquran sebagai kelanjutan dari ide pengumpulan al-Quran pada zaman Umar.
3)    Terbangunnya jalan-jalan, jembatan, mesjid-mesjid dan memperluas mesjid Madinah.
4)    Perluasan wilayah dan pembentukan kota-kota baru, seperti kawasan Khurasan disebelah timur, Tripoli dan Siprus di bagian barat.

4)    Ali bin Abi Thalib
Ali termasuk orang pertama masuk Islam dari kalangan anak muda, ia adalah saudara sepupu Nabi dan sekaligus menantu Nabi. Memiliki keberanian luar biasa di medan perang dan pernah dipercaya Nabi menempati tempat tidur Nabi saat Nabi berangkat hijrah ke Madinah, sebagai upaya mengecoh kafir Quraisy yang mengancam akan membunuhnya, sungguh sebuah pekerjaan yang beresiko tinggi.
Ali memiliki visi kepemimpinan yang terbuka. Keakrabannya dengan Nabi dan pengamatannya terhadap perkembangan politik semasa dua khalifah sebelumnya telah membuat Ali mencari pola tersendiri untuk menghadapi kekhalifahannya. Keteguhan Ali terlihat jelas pada saat ia memiliki kesempatan besar untuk terpilih menjadi khalifah mengantikan Umar. Memang konsep Ali yang prinsipnya menuntut kesamaan dapat menggugurkan kebijaksanaan Umar khususnya tentang sabiqah, yaitu sistem stratifikasi yang berdasar kepada cepat atau lambatnya masuk Islam.
faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi (perluasan wilayah) sangat cepat, yaitu:
1)    Islam di samping ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2)    Dalam diri para sahabat Nabi terdapat keyakinan tentang kewajiban menyampaikan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Dan terdapat kegemaran bagi Bangsa Arab untuk berperang, maka bertemulah antara kegemaran berperang dengan keyakinan adanya kewajiban menyampaikan ajaran Islam dalam sebuah ekspansi yang dahsyat mengalahkan Negara tetangga yang tangguh, Bizantium dan Persia.
3)    Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang mengusai Timur Tengah waktu itu mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan. Karena kedua Negara tersebut sering berperang dan masing-masing Negara memiliki problem sendiri. Di daerah yang berada dalam kekuasaan Bizantium terdapat pertentangan antara penganut agama. Sedangkan di daerah kekuasaan Persia selain ada pertentangan antara penganut agama juga terdapat perselisihan antara anggota keluarga kerajaan dalam perebutan kekuasaan.
4)    Kerajaan Bizantium memaksakan aliran yang dianut kepada rakyat yang diperintah, sehingga rakyat merasa hilang kemedekaannya. Hal ini berbeda dengan Islam yang dibawa ke daerah-daerah yang ditaklukan tidak memaksa rakyat untuk merobah agamanya. Yang diwajibkan bagi umat Islam adalah menyampaikan, selanjutnya diserahkan kepada yang bersangkutan untuk masuk Islam atau tidak. Umumnya mereka tetap dalam agamanya masing-masing, tetapi diharuskan membayar semacam pajak yang disebut jizyah.
5)    Bangsa Sami di Suria dan Palestina serta bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka ketimbang bangsa Eropa Bizantium yang menguasai mereka.
6)    Daerah yang sudah dikuasai Islam seperti Mesir, Suria dan Irak penuh dengan kekayaan, sehingga mempermudah untuk biaya ekspansi berikutnya.




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gerakan dakwah nabi Muhammad saw pertama dimulai di kalangan keluarganya yaitu Khadijah, selanjutnya adalah Ali, sepupu nabi, yang tinggal bersamanya sejak masa kecil. Zayd ibn Haritsah, anak angkat dan teman karib Muhammad saw. Kadijah, Ali dan Zayd, semuanya adalah anggota rumah tangga nabi. Abu bakar merupakan orang pertama yang memeluk islam dari kalangan tetangganya.
Dakwah nabi Muhammad periode mekah adalah objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab jahiliah atau masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah Keesaan Allah SWT, hari kiamat sebagai hari pembalasan, kesucian jiwa dan persaudaraan dan persatuan. Strategi nabi dalah dakwah secara sembunyi-sembunyi dan secara terang terangan.Dakwah nabi periode madinah dengan objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dan kalangan Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab, dan yang tidak termasuk bangsa Arab. Dakwah para sahabat rasul yang sering disebut khulafaurrasydin, mereka meneruskan dakwah rosul dengan lebih menekankan perluasan wilayah islam dengan dunia politik, pendidikan dan ilmu-ilmu lain.
3.2 Saran
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah yang kelompok kami buat ini, tentunya masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Dan kelompok kami berharap agar para pembaca bisa memberikan kritik dan sarannya untuk makalah yang kami buat ini agar kedepannya pembuatan makalah kelompok kami bisa lebih baik lagi sesuai dengan yang kita inginkan bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Al Qahthani, Said Bin Ali. 1994. Da’wah Islam Da’wah Bijak. Jakarta: Gema   Insani Press.
Al Yahsubi, Qodi’iyad Ibn Musa. 2002. Keagungan Kekasih Allah Muhammad Saw Keistimewaan Personal Keteladanan Berisalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Arnold, Thomas W. 1979. Sejarah Da’wah Islam. (A. Nawawi Rambe, Penerjemah). Jakarta: Widjaya.
Hasan, Hasan Ibrahim. 2001. Sejarah Dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Muthahhari, Murtadha. 2002. Karakter Agung Ali Bin Abi Thalib. Jakarta: Pustaka Zahra.
Nata, Abiddin. 2011. Studi Ialam Komperehensif. Jakarta: Kencana.
Siddiqi, Abdul Hamid. 2002. Kahidupan Rasul Allah Muhammad Saw. Jakarta: Raja Grafindo Persada.




[1] Abdul Hamid Siddiqi, Kahidupan Rasul Allah Muhammad Saw, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 67.
[2] Nawawi Rambe, Sejarah Da’wah Islam, ( Jakarta: Widjaya, 1979), hlm. 14.
[3] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 155.
[4] Said Bin Ali Al Qahtahani,  Da’wah Islam Da’wah Bijak, (Jakarta: Gema Insani Press,1994), hlm. 109.
[5] OpCit., hlm. 110.
[6] Qadi’iyad Ibn Musa Al Yahsubi, Keagungan Kekasih Allah Muhammad Saw Keistimewaan Personal Keteladanan Berisalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.50.
[7] Abdul Hamid Siddiqi, Kahidupan Rasul Allah Muhammad Saw, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 73.
[8] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 394.