METODELOGI PEMBELAJARAN SKI MI
PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN
SKI
Disusun oleh:
Ummi Mutmainah (12 270
143)
Vina Damayanti (12
270 144)
Vyna Nurbayti (12
270 145)
Walin Syafari (12
270 146)
Wandra (12
270 147)
Dosen Pembimbing:
Drs. Ahmad Syarifuddin,
M.Pd.I
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN
FATAH
PALEMBANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pemahaman
mengenai sejarah kebudayaan Islam baik dari sisi konsep dan komponennya
menjadi prasyarat
mutlak bagi guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Pemahaman
yang memadai tentang sejarah tersebut sangat
dibutuhkan sebelum seorang guru mengajarkannya kepada siswa di
ruang belajar. Guru itu akan mempunyai kapasitas yang
besar untuk mengelola mata pelajaran tersebut dan
pembelajarannya di kelas dengan baik. Dia bisa mengemas
pembelajaran SKI dengan cara yang menarik dan
menyajikannya dengan tepat sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran itu dan kebutuhan serta kondisi siswa.
Oleh
karena itu guru harus mempunyai strategi pembelajaran yang baik supaya
pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Terdapat
beberapa hal penting yang harus diperhatiakn guru sebelum mengembangkan
strategi pembelajaran. Hal-hal itu mencakup tujuan yang ingin dicapai, materi
yang harus dikuasai, siswa sebagai peserta didik, dan alokasi waktu.
BAB
II
PEMBAHASAN
PENGEMBANGAN
STRATEGI PEMBELAJARAN SKI
2.1 Pengembangan
Strategi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
2.1.1
Pengertian Strategi Pembelajaran
Kata “strategi” sering dipahami
sebagai cara melakukan sesuatu untuk mencapai
tujuan tertentu. Dengan
kata lain, stategi pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh perancang (designer) dalam menentukan metode menyampaikan pesan,
penentuan media, alur isi
pelajaran, serta interaksi antar pembelajar, guru dan peserta didik atau antar
peserta didik.
Ada
dua hal yang perlu diperhatikan dari dua pengertian di atas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan
rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk rancangan penggunaan metode dan
pemanfaatan sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Kedua, strategi disusun untuk mencapai
tujuan tertentu. Artinya arah dari semua penyusunan strategi adalah pencapaian
tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan
yang jelas, yang dapat diukur keberhasilannya karena tujuan adalah arah dan sekaligus
ruh implementasi strategi.
Untuk
mengimplementasikan strategi yang sudah dirancang dengan baik, dibutuhkan
metode yang tepat untuk sampai pada tujuan dengan cepat. Metode digunakan untuk
merealisasikan atau mewujudkan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
ada kemungkinan untuk melakukan satu strategi pembelajaran digunakan lebih dari
satu metode pembelajaran. Contoh, untuk melaksanakan strategi pembelajaran
Ekspositori dalam mata pelajaran sejarah, seorang guru bisa menggunakan metode
ceramah, sebagai metode utama, dan sekaligus juga metode tanya-jawab, diskusi,
quiz, dsb. Guru tersebut bisa juga menggunakan berbagai media atau alat yang
bisa membantunya sampai pada tujuan pembelajaran dengan efektif dan efisisen.
Dalam
banyak hal, kata strategi dan metode mempunyai kesamaan arti, yaitu rencana dan
cara melakukan sesuatu. Meskipun demikian, dari penjelasan di atas, strategi
pembelajaran bisa dibedakan dengan metode. Strategi merujuk pada bentuk
perencanaan untuk mencapai tujuan, sedangkan metode adalah cara yang dapat
digunakan untuk melaksanakan suatu strategi.
Strategi pembelajaran bisa dikembangkan
secara makro dan mikro. Strategi pembelajaran makro adalah strategi
pembelajaran yang diterapkan untuk kurun waktu satu tahun atau satu semester.
Sementara itu, strategi pembelajaran mikro dikembangkan untuk satu kegiatan pembelajaran
atau tatap muka. Strategi pembelajaran dilaksanakan melalui:
a. Pemanfaatan media (OHP, tape
recorder, vcd, dvd, komputer, papan tulis, lingkungan dst.)
b. Pemilihan metode
c. Alokasi waktu
d. Alokasi nara-sumber.
2.1.2 Pengembangan Strategi Pembelajaran
SKI untuk MI
Pembelajaran
pada dasarnya adalah proses penambahan (bukan mengisi sesuatu yang kosong)
informasi dan kemampuan baru. Ketika dihadapkan pada pertanyaan, informasi dan
kemampuan apa yang harus dikuasai siswa, seorang guru semestinya menanyakan seperti
apa bentuk dan jenis informasi dan kemampuan itu dan apa yang harus dilakukan supaya
peserta didik bisa menguasai dengan efektif dan efisien. Ilustrasi di atas
menunjukkan bahwa ada hal-hal khusus yang harus diperhatikan dalam pengembangan
strategi pembelajaran:
a. Tujuan
yang ingin dicapai
Sebagaimana
telah dijelaskan bahwa tujuan adalah arah sekaligus ruh dari strategi. Oleh
karena itu, sudah menjadi keharusan bagi guru untuk mengetahui tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai sebelum memilih dan menentukan strategi.
Tujuan
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah adalah siswa
menguasi tingkat berpikir, bersikap, dan bertindak sebagaimana ditetapkan dalam
Standar Kompetensi yang meliputi Mengenal dan Memahami.
Dari Standar Kompetensi tersebut
dikembangkan menjadi Kompetensi Dasar yang lebih rinci sebagai berikut: Menceritakan,
Mengidentifikasi, Mendesripsikan, Meneladani, Mengambil hikmah, Mengambil ibrah.
Dengan
mengacu pada SD-KD yang ditetapkan dengan Standar Nasional Pendidikan tersebut,
guru bisa mengembangkan rumusan tujuan pembelajarannya yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik dan lingkungan mereka tinggal. Di antara rumusan
tujuan satuan pendidikan, atau yang lebih dikenal dengan istilah Indikator yang
bisa dibuat adalah: Mengidentifikasi, Menyebutkan, Mengingat, Melafalkan, Menceritakan,
Menggambarkan, Menjelaskan, Mengelompokkan, Memberi contoh, Mengungkapkan, Mengambil
makna, Menerapkan, Melaksanakan, Menilai, menolak, Mematuhi, dan Meyakini.
Kata-kata
operasional di atas yang merupakan kunci pengembangan Indikator pembelajaran
bisa dijadikan tujuan jangkah pendek yang harus tetapkan oleh guru dan
menghantarkan peserta didik mencapainya. Kata-kata operasional tersebut
sekaligus berfungsi sebagai kisi-kisi pencapaian hasil belajar yang harus
dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran dalam kurun waktu
yang ditentukan.
b. Materi
yang dikuasai
Materi
atau bahan yang harus dikuasai harus menjadi pertimbangan dalam pengembangan
strategi pembelajaran. Materi pelajaran yang sederhana, seperti data yang harus
dihafal, menuntut strategi pembelajaran yang sederhana juga tetapi dengan sayat
tetap harus efektif. Jangan sampai peserta didik bisa menghafal data-data dengan
cepat tetapi mereka melupakannya jauh lebih cepat. Berbeda dengan materi yang
lebih sulit, seperti konsep, rumus, teori, atau generalisasi dari berbagai peristiwa
sejarah maka strategi pembelajaran yang dipakai pun harus tepat.
Materi ajar Sejarah kebudayaan Islam
untuk Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
1) Fakta, yang bisa disederhanakan dengan 4W (What,
Who, When, Where)
yaitu menyangkut nama peristiwa, nama
tokoh, tempat, waktu,
dan kronologi peristiwa terjadi.
2) Konsep, bisa berupa nama-nama kejadian yang mempunyai arti tertentu.
Strategi yang dipakai untuk mengajarkan konsep adalah bentuk jawaban dari
pertanyaan “How”
(Bagaimana). Jawaban dari pertanyaan ini juga menentukan strategi pembelajaran.
Contoh, Badr adalah
sebuah nama perang yang terjadi pada tahun 624 Masehi atau 2 Hijriah. Tahun 624
Masehi atau 2 Hijriah adalah fakta yang bisa dipelajari dengan cara hafalan. Sementara
itu, Badr
(nama perang) dianggap sebagai
konsep maka tidak cukup disampaikan dengan cara hafalan. Minimal strategi yang
digunakan adalah Narasi yang menceritkan kenapa perang tersebut diberi nama Badr, dan dilanjutkan dengan
deskripsi siapa yang terlibat dalam perang tersebut.
3) Hukum, teori atau prinsip, materi ini adalah bentuk dari pertanyaan
”Why”
(Kenapa). Peserta didik bisa
memberikan sendiri jawaban atas berbagai peristiwa sejarah sesuai dengan pengetahuan
dan pengalaman yang mereka miliki sebelumnya. Tugas guru adalah membantuk peserta
didik tersebut memperluas cakrawala sejarah mereka. Dari pertanyaan “kenapa”,
guru bisa menggunakan strategi pembelajaran Inquiry, mengubah pertanyaan ke
pengamatan, dan pengetahuan. Strategi ini sangat tepat untuk pembelajaran
sejarah karena materi sejarah tidak dipahami sebagai kumpulan fakta dan data
semata melainkan juga proses dan kerja ilmiah yang menggunakan metode heuristic, yaitu cara untuk menemukan
sesuatu berdasarkan pengalaman sebelumnya.
4) Sikap, materi ini berupa akhlak atau perilaku terpuji yang ditunjukkan
oleh seseorang. Materi sikap sering dilupakan dalam pendidikan padahal tanpa
disadari, materi ini melekat pada setiap program pembelajaran karena ini
berhubungan dengan etika. Sikap termasuk materi yang berkaitan dengan sistem
nilai yang dianut seseorang serta moral atas semua yang dihadapinya dalam
kehidupannya. Berikut ini adalah gejala yang bisa dipakai untuk mengukur sikap
seseorang:
- Memperhatikan atau memperlihatkan rasa
tertarik terhadap sesuatu hal.
- Bereaksi
atau menunjukkan perilaku tertentu terkait dengan materi yang dipelajari.
- Memutuskan apa yang akan dilakukan dalam konteks
yang sesuai dengan materi ajar.
- Menentukan sistem nilai yang berlaku pada dirinya serta mengekspresikannya
dalam perilaku baik dalam konteks
simulasi atau nyata.
5) Gerak motorik, materi yang berhubungan dengan gerak seseorang untuk
melakukan sesuatu. Gerakan ini melibat seluruh atau sebagian anggota badan,
seperti, tangan, kaki, kepala, mata, hidung, bibir, dsb. Materi sejarah juga
meliputi gerak motorik, seperti melafalkan do’a, memerankan dialog, membuat
peta konsep dan pikiran, sampai pada pembuatan time
line.
c. Peserta
didik
Dari
segi Koginitif, pembelajar usia tingkat Madrasah Ibtidaiyah masuk ke dalam
kategori Tahapan Operasional Formal ala Piaget. Pada tahap ini anak
sudah terampil menggunakan logika secara memadai. Artinya, peserta didik pada
usia ini bisa berpikir secara konseptual meskipun masih bergantung pada hal-hal
yang konkrit. Salah satu bentuknya adalah pemanfaatan banyak gambar dan
pemanfaat situasi dan kondisi atau konteks peserta didik.
Di
samping itu, keragaman peserta didik baik dari sisi akademik, sosial,
kecenderungan gaya belajar, minat, bakat, dan gender perlu diperhatikan dalam
pengembangan strategi pembelajaran.
d. Alokasi
Waktu
Unsur
waktu bisa menjadi ukuran efektif dan tidaknya sebuah strategi. Oleh karena itu,
ketepatan prakiraan penggunaan sebuah strategi bisa dilatihkan melalui simulasi
oleh guru sebelum melakukannya langsung di kelas. Guru juga bisa memanfaatkan
pengalamannya atau orang lain untuk mengetahui jumlah waktu yang dibutuhkan
untuk menjalankan satu strategi pembelajaran.
2.1.3
Pengembangan Strategi Belajar SKI dengan Model CTL
Model
pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) membantu guru
menghubungkan konten atau isi materi Sejarah Kebudayaan Islam dengan kehidupan
nyata peserta didik dan memotivasi mereka mempraktekkan pengetahuannya dalam
pergaulan bersama keluarga, teman, dan masyarakat, serta terlibat secara aktif
dalam pembelajaran untuk memenuhi kompetensi yang harus dikuasai. Berikut ini
adalah strategi-strategi yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran SKI untuk tingkat
Madrasah Ibtidaiyah:
a. Problem-based
(Berbasis masalah)
Model
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan CTL bisa dimulai dengan masalah
nyata atau sekedar masalah buatan. Peserta didik menggunakan ketrampilan
berpikir kritis dan pendekatan pengetahuan sistematis untuk menanggapi masalah
yang diajukan.
b. Inquiry-based
(Berbasis pengamatan dan
pencarian)
Strategi
ini berupa serangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses
berpikir secara kritis-analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban
dari masalah yang dipertanyakan.
c. Multi
context (Beragam
konteks)
Teori
Kognisi (Kerja Pikiran) menyatakan bahwa pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari
konteks atau latar belakang fisik dan sosial tempat pengetahuan itu berkembang.
d. Membangkitkan keragaman
peserta didik
Banyaknya
keragaman ini menimbulkan banyaknya perbedaan nilai, aturan, dan sudut-pandang.
Perbedaan-perbedan ini bisa menjadi daya dorong belajar dan menambah kekayaan pengalaman
belajar. Tim kerjasama dan kelompok kegiatan belajar sangat menjunjung tinggi
keragaman latar-belakang peserta didik, memperluas sudut-pandang, dan membangun
keterampilan komunikasi inter-personal (sesama manusia).
e. Mendukung belajar mandiri
Pembelajaran
seumur hidup mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi sendiri
tanpa banyak pengawasan dari orang lain. Dengan demikian, peserta didik seharusnya
lebih menyadari dan mengetahui bagaimana mereka memproses informasi,
mempergunakan strategi pemecahanmasalah, dan memanfaatkan latar-belakang
pengetahuan.
f. Menggunakan kelompok belajar
Peserta
didik akan diminta untuk menyumbang pengetahuan dan menerima kepercayaan orang
lain. Kelompok belajar, atau masyarakat belajar bisa terbentuk di berbagai
tempat seperti sekolah, kantor, masjid untuk berbagi pengetahuan, menfokuskan
pada tujuan, dan membiarkan didir belajar dan mengajar orang lain. Ketika
kelompok belajar terbentuk di sekolah, guru akan berfungsi seperti pelatih, fasilitator,
dan pembimbing.
g. Menggunakan penilaian otentik
CTL
dimaksudkan untuk membangun pengetahuan dan ketrampilan dengan cara yang penuh
makna melalui keterlibatan peserta didik dalam kehidupan nyata atau konteks
otentik. Penilaian otentik menunjukkan bahwa pembelajaran memang benar-benar
terjadi, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran,
memberi peserta didik kesempatan dan arahan utnuk berkembang. Penilaian otentik
dipakai untuk mengawal dan memantau perkembangan peserta didik dan mendiagnosis
kegiatan pengajaran.
Pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam pada satuan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah akan sangat
efektif jika disampaikan dengan strategi-strategi yang ada dalam Model
pembelajaran CTL. Sejarah Kebudayaan Islam diajarkan bukan untuk sejarah dan
kelestariannya itu sendiri. Sejarah diajarkan untuk memperluas cakrawala atau wawasan
siswa akan makna penting pengetahuan sejarah (historis) dan menumbuhkan
kesadaran bahwa mereka juga adalah bagian penting dalam perjalanan sejarah
kebudayaan Islam secara umum dan khususnya sebagai bagian dari masyarakat
Muslim di semua belahan bumi saat ini.
2.1.4
Strategi REACT
Pembelajaran
yang menggunakan model Contextual Teaching & Learning bisa memanfaatkan
berbagai macam strategi yang berbeda sebagaimana dikemukakan di atas. Apa yang
membedakan model pembelajaran CTL dengan lainnya adalah bahwa strategi CTL
diatur untuk mendorong lima bentuk dasar pembelajaran, yaitu Relating, Experiencing,
Applying, Cooperating, and Transferring (Menghubungkan,
Mengalami, Mempraktekkan, Bekerja-sama, dan Menyampaikan).
Berikut
ini adalah penjelasan rinci mengenai dasar pengembangan strategi pembelajaran
CTL.
a. Relating
(Menghubungkan)
Belajar
di dalam konteks atau situasi dan pengalaman nyata atau paling tidak
menghubungkannya dengan pengalaman nyata adalah pembelajaran yang paling cocok
untuk anak-anak di usia dini. Oleh karena itu, rencana pembelajaran yang
menempatkan belajar dalam konteks pengalaman harus berhasil menarik perhatian
peserta didik untuk memperhatikan gagasan, peristiwa, dan kejadian sehari-hari.
Pembelajaran harus menghubungkan situasi-situasi keseharian itu kepada
informasi-informasi baru diserap atau masalah-masalah yang diselesaikan.
b. Experiencing
(Mengalami)
Belajar
dengan cara menjelajah atau menggali (eksplorasi), menemukan (discovery), menciptakan (invention) adalah jantung dari pembelajaran
kontekstual.
c. Applying
(Mempraktekkan)
Mempraktekkan
atau menerapkan konsep dan informasi dalam konteks tertentu mendorong siswa
untuk memikirkan masa depan, akan jadi apa mereka, berkerja sebagai apa, apa
yang bisa dilakukan.
d. Cooperating
(Bekerja-sama)
Belajar
dalam konteks berbagi, menanggapi, dan berkomunikasi dengan pembelajar lainnya
adalah strategi pembelajaran utama dalam CTL. Pengalaman bekerja-sama tidak
hanya membantu kebanyakan siswa untuk mempelajari materi ajar tetapi juga
sangat bermanfaat untuk kehidupan nyata. Pembelajaran di kelas harus mendorong peserta
didik mengembangkan keterampilan bekerja-sama dengan peserta didik lainnya di
ruang belajar. Untuk mengembangkan ketrampilan itu, peserta didik harus
dibiasakan untuk berdiskusi, tukar gagasan, dan mengerjakan tugas kelompok
sebagai sebuah tim yang saling mendukung.
e. Transferring
(Menyampaikan)
Belajar
dalam konteks ini berarti mempelajari sesuatu berdasarkan pengetahuan yang ada
yang sudah dikuasai oleh peserta didik. Dengan cara ini mereka akan
mengembangkan kepercayaan diri untuk memecahkan masalah.
Proses transfer pengetahuan
melalui pengalaman yang alami sendiri oleh siswa dan diterapkan di dalam hidup
mereka. Di samping itu, peserta didik juga diberi kesempatan untuk menyampaikan
apa yang mereka kuasai ke orang. Dengan demikian, penguasaan kompetensi yang diharapkan
bisa dipastikan berjalan dengan baik.
2.1.5
Mengukur Pembelajaran Kontekstual
Berikut
ini beberapa pertanyaan yang bisa dipakai untuk mengetahui dan mengukur apakah
kita sudah mengajar dengan cara kontekstual diantaranya:
- Apakah konsep baru disampaikan dengan cara
menghubungkan dengan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik?
- Apakah konsep yang diajarkan diberi contoh
dan dilatihkan kepada peserta didik dalam kehidupan keseharian mereka?
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Strategi adalah suatu perencanaan
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain,
stategi pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh
perancang (designer) dalam menentukan metode menyampaikan
pesan, penentuan media, alur isi pelajaran, serta interaksi
antar pembelajar, guru dan peserta didik atau antar peserta
didik.
Terdapat
beberapa hal penting yang harus diperhatiakn guru sebelum mengembangkan
strategi pembelajaran. Hal-hal itu mencakup tujuan yang ingin dicapai, materi
yang harus dikuasai, siswa sebagai peserta didik, dan alokasi waktu. Berikut
adalah beberapa strategi yang bisa dikembangkan dalam model pembelajaran CTL
untuk Sejarah Kebudayaan Islam: pembelajaran berbasis masalah dan inquiry,
memanfaatkan bergam konteks, membangkitkan keragaman peserta didik, mendorong
belajar mandiri, dan mengembangkan penialaian otentik. Di samping itu ada
beberapa prinsip yang melandasi pengembangan strategi model pembelajaran CTL.
Prinsip-prinsip itu cukup disingkat dengan kata REACT, Relating, Experiencing,
Applying, Cooperating, dan Transferring (Menghubungkan,
Mengalami Menerapkan, Bekerjasama, dan Menyampaikan).
Lucky Club Casino Site Review | 2021
BalasHapusLucky Club Casino is a trusted site that offers great bonuses. Find out how we find it and if you want to get started with luckyclub the casino right now. Rating: 8.1/10 · Review by luckyclubonline