Sabtu, 07 Maret 2015

metodelogi pembelajaran ski mi

METODELOGI PEMBELAJARAN SKI MI
PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN SKI












Disusun oleh:
Ummi Mutmainah            (12 270 143)
Vina Damayanti                (12 270 144)
Vyna Nurbayti                   (12 270 145)
Walin Syafari                    (12 270 146)
Wandra                             (12 270 147)

Dosen Pembimbing:
Drs. Ahmad Syarifuddin, M.Pd.I


              PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH                 
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
                 Pemahaman mengenai sejarah kebudayaan Islam baik dari sisi konsep dan komponennya menjadi prasyarat mutlak bagi guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Pemahaman yang memadai tentang sejarah tersebut sangat dibutuhkan sebelum seorang guru mengajarkannya kepada siswa di ruang belajar. Guru itu akan mempunyai kapasitas yang besar untuk mengelola mata pelajaran tersebut dan pembelajarannya di kelas dengan baik. Dia bisa mengemas pembelajaran SKI dengan cara yang menarik dan menyajikannya dengan tepat sesuai dengan karakteristik mata pelajaran itu dan kebutuhan serta kondisi siswa.
              Oleh karena itu guru harus mempunyai strategi pembelajaran yang baik supaya pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatiakn guru sebelum mengembangkan strategi pembelajaran. Hal-hal itu mencakup tujuan yang ingin dicapai, materi yang harus dikuasai, siswa sebagai peserta didik, dan alokasi waktu.





BAB II
PEMBAHASAN
PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN SKI

2.1 Pengembangan Strategi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
2.1.1  Pengertian Strategi Pembelajaran
Kata “strategi” sering dipahami sebagai cara melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.  Dengan kata lain, stategi pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh perancang (designer) dalam menentukan metode menyampaikan pesan, penentuan media, alur isi pelajaran, serta interaksi antar pembelajar, guru dan peserta didik atau antar peserta didik.
            Ada dua hal yang perlu diperhatikan dari dua pengertian di atas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk rancangan penggunaan metode dan pemanfaatan sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran.  Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya arah dari semua penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas, yang dapat diukur keberhasilannya karena tujuan adalah arah dan sekaligus ruh implementasi strategi.  
            Untuk mengimplementasikan strategi yang sudah dirancang dengan baik, dibutuhkan metode yang tepat untuk sampai pada tujuan dengan cepat. Metode digunakan untuk merealisasikan atau mewujudkan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, ada kemungkinan untuk melakukan satu strategi pembelajaran digunakan lebih dari satu metode pembelajaran. Contoh, untuk melaksanakan strategi pembelajaran Ekspositori dalam mata pelajaran sejarah, seorang guru bisa menggunakan metode ceramah, sebagai metode utama, dan sekaligus juga metode tanya-jawab, diskusi, quiz, dsb. Guru tersebut bisa juga menggunakan berbagai media atau alat yang bisa membantunya sampai pada tujuan pembelajaran dengan efektif dan efisisen.
            Dalam banyak hal, kata strategi dan metode mempunyai kesamaan arti, yaitu rencana dan cara melakukan sesuatu. Meskipun demikian, dari penjelasan di atas, strategi pembelajaran bisa dibedakan dengan metode. Strategi merujuk pada bentuk perencanaan untuk mencapai tujuan, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan suatu strategi.
Strategi pembelajaran bisa dikembangkan secara makro dan mikro. Strategi pembelajaran makro adalah strategi pembelajaran yang diterapkan untuk kurun waktu satu tahun atau satu semester. Sementara itu, strategi pembelajaran mikro dikembangkan untuk satu kegiatan pembelajaran atau tatap muka. Strategi pembelajaran dilaksanakan melalui:
a. Pemanfaatan media (OHP, tape recorder, vcd, dvd, komputer, papan tulis,     lingkungan dst.)
b. Pemilihan metode
c. Alokasi waktu
d. Alokasi nara-sumber.
2.1.2 Pengembangan Strategi Pembelajaran SKI untuk MI
            Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan (bukan mengisi sesuatu yang kosong) informasi dan kemampuan baru. Ketika dihadapkan pada pertanyaan, informasi dan kemampuan apa yang harus dikuasai siswa, seorang guru semestinya menanyakan seperti apa bentuk dan jenis informasi dan kemampuan itu dan apa yang harus dilakukan supaya peserta didik bisa menguasai dengan efektif dan efisien. Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa ada hal-hal khusus yang harus diperhatikan dalam pengembangan strategi pembelajaran:
a. Tujuan yang ingin dicapai
            Sebagaimana telah dijelaskan bahwa tujuan adalah arah sekaligus ruh dari strategi. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi guru untuk mengetahui tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sebelum memilih dan menentukan strategi.
            Tujuan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah adalah siswa menguasi tingkat berpikir, bersikap, dan bertindak sebagaimana ditetapkan dalam Standar Kompetensi yang meliputi Mengenal dan Memahami.
Dari Standar Kompetensi tersebut dikembangkan menjadi Kompetensi Dasar yang lebih rinci sebagai berikut: Menceritakan, Mengidentifikasi, Mendesripsikan, Meneladani, Mengambil hikmah, Mengambil ibrah.
            Dengan mengacu pada SD-KD yang ditetapkan dengan Standar Nasional Pendidikan tersebut, guru bisa mengembangkan rumusan tujuan pembelajarannya yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan lingkungan mereka tinggal. Di antara rumusan tujuan satuan pendidikan, atau yang lebih dikenal dengan istilah Indikator yang bisa dibuat adalah: Mengidentifikasi, Menyebutkan, Mengingat, Melafalkan, Menceritakan, Menggambarkan, Menjelaskan, Mengelompokkan, Memberi contoh, Mengungkapkan, Mengambil makna, Menerapkan, Melaksanakan, Menilai, menolak, Mematuhi, dan Meyakini.
            Kata-kata operasional di atas yang merupakan kunci pengembangan Indikator pembelajaran bisa dijadikan tujuan jangkah pendek yang harus tetapkan oleh guru dan menghantarkan peserta didik mencapainya. Kata-kata operasional tersebut sekaligus berfungsi sebagai kisi-kisi pencapaian hasil belajar yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran dalam kurun waktu yang ditentukan.
b. Materi yang dikuasai
            Materi atau bahan yang harus dikuasai harus menjadi pertimbangan dalam pengembangan strategi pembelajaran. Materi pelajaran yang sederhana, seperti data yang harus dihafal, menuntut strategi pembelajaran yang sederhana juga tetapi dengan sayat tetap harus efektif. Jangan sampai peserta didik bisa menghafal data-data dengan cepat tetapi mereka melupakannya jauh lebih cepat. Berbeda dengan materi yang lebih sulit, seperti konsep, rumus, teori, atau generalisasi dari berbagai peristiwa sejarah maka strategi pembelajaran yang dipakai pun harus tepat.
Materi ajar Sejarah kebudayaan Islam untuk Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
1) Fakta, yang bisa disederhanakan dengan 4W (What, Who, When, Where)  yaitu menyangkut nama peristiwa, nama tokoh, tempat, waktu, dan kronologi peristiwa terjadi.
2) Konsep, bisa berupa nama-nama kejadian yang mempunyai arti tertentu. Strategi yang dipakai untuk mengajarkan konsep adalah bentuk jawaban dari pertanyaan “How” (Bagaimana). Jawaban dari pertanyaan ini juga menentukan strategi pembelajaran. Contoh, Badr adalah sebuah nama perang yang terjadi pada tahun 624 Masehi atau 2 Hijriah. Tahun 624 Masehi atau 2 Hijriah adalah fakta yang bisa dipelajari dengan cara hafalan. Sementara itu, Badr (nama perang) dianggap sebagai konsep maka tidak cukup disampaikan dengan cara hafalan. Minimal strategi yang digunakan adalah Narasi yang menceritkan kenapa perang tersebut diberi nama Badr, dan dilanjutkan dengan deskripsi siapa yang terlibat dalam perang tersebut.
3) Hukum, teori atau prinsip, materi ini adalah bentuk dari pertanyaan ”Why” (Kenapa). Peserta didik bisa memberikan sendiri jawaban atas berbagai peristiwa sejarah sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki sebelumnya. Tugas guru adalah membantuk peserta didik tersebut memperluas cakrawala sejarah mereka. Dari pertanyaan “kenapa”, guru bisa menggunakan strategi pembelajaran Inquiry, mengubah pertanyaan ke pengamatan, dan pengetahuan. Strategi ini sangat tepat untuk pembelajaran sejarah karena materi sejarah tidak dipahami sebagai kumpulan fakta dan data semata melainkan juga proses dan kerja ilmiah yang menggunakan metode heuristic, yaitu cara untuk menemukan sesuatu berdasarkan pengalaman sebelumnya.
4) Sikap, materi ini berupa akhlak atau perilaku terpuji yang ditunjukkan oleh seseorang. Materi sikap sering dilupakan dalam pendidikan padahal tanpa disadari, materi ini melekat pada setiap program pembelajaran karena ini berhubungan dengan etika. Sikap termasuk materi yang berkaitan dengan sistem nilai yang dianut seseorang serta moral atas semua yang dihadapinya dalam kehidupannya. Berikut ini adalah gejala yang bisa dipakai untuk mengukur sikap seseorang:
-   Memperhatikan atau memperlihatkan rasa tertarik terhadap sesuatu hal.
-    Bereaksi atau menunjukkan perilaku tertentu terkait dengan materi yang   dipelajari.
-   Memutuskan apa yang akan dilakukan dalam konteks yang sesuai dengan materi ajar.
-    Menentukan sistem nilai yang berlaku pada dirinya serta mengekspresikannya  dalam perilaku baik dalam konteks simulasi atau nyata.
5) Gerak motorik, materi yang berhubungan dengan gerak seseorang untuk melakukan sesuatu. Gerakan ini melibat seluruh atau sebagian anggota badan, seperti, tangan, kaki, kepala, mata, hidung, bibir, dsb. Materi sejarah juga meliputi gerak motorik, seperti melafalkan do’a, memerankan dialog, membuat peta konsep dan pikiran, sampai pada pembuatan time line.
c. Peserta didik
            Dari segi Koginitif, pembelajar usia tingkat Madrasah Ibtidaiyah masuk ke dalam kategori Tahapan Operasional Formal ala Piaget. Pada tahap ini anak sudah terampil menggunakan logika secara memadai. Artinya, peserta didik pada usia ini bisa berpikir secara konseptual meskipun masih bergantung pada hal-hal yang konkrit. Salah satu bentuknya adalah pemanfaatan banyak gambar dan pemanfaat situasi dan kondisi atau konteks peserta didik.
            Di samping itu, keragaman peserta didik baik dari sisi akademik, sosial, kecenderungan gaya belajar, minat, bakat, dan gender perlu diperhatikan dalam pengembangan strategi pembelajaran.


d. Alokasi Waktu
            Unsur waktu bisa menjadi ukuran efektif dan tidaknya sebuah strategi. Oleh karena itu, ketepatan prakiraan penggunaan sebuah strategi bisa dilatihkan melalui simulasi oleh guru sebelum melakukannya langsung di kelas. Guru juga bisa memanfaatkan pengalamannya atau orang lain untuk mengetahui jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan satu strategi pembelajaran.
2.1.3 Pengembangan Strategi Belajar SKI dengan Model CTL
            Model pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) membantu guru menghubungkan konten atau isi materi Sejarah Kebudayaan Islam dengan kehidupan nyata peserta didik dan memotivasi mereka mempraktekkan pengetahuannya dalam pergaulan bersama keluarga, teman, dan masyarakat, serta terlibat secara aktif dalam pembelajaran untuk memenuhi kompetensi yang harus dikuasai. Berikut ini adalah strategi-strategi yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran SKI untuk tingkat Madrasah Ibtidaiyah:
a. Problem-based (Berbasis masalah)
     Model pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan CTL bisa dimulai dengan masalah nyata atau sekedar masalah buatan. Peserta didik menggunakan ketrampilan berpikir kritis dan pendekatan pengetahuan sistematis untuk menanggapi masalah yang diajukan.
b. Inquiry-based (Berbasis pengamatan dan pencarian)
     Strategi ini berupa serangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis-analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari masalah yang dipertanyakan.
c. Multi context (Beragam konteks)
Teori Kognisi (Kerja Pikiran) menyatakan bahwa pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari konteks atau latar belakang fisik dan sosial tempat pengetahuan itu berkembang.
d. Membangkitkan keragaman peserta didik
Banyaknya keragaman ini menimbulkan banyaknya perbedaan nilai, aturan, dan sudut-pandang. Perbedaan-perbedan ini bisa menjadi daya dorong belajar dan menambah kekayaan pengalaman belajar. Tim kerjasama dan kelompok kegiatan belajar sangat menjunjung tinggi keragaman latar-belakang peserta didik, memperluas sudut-pandang, dan membangun keterampilan komunikasi inter-personal (sesama manusia).
e. Mendukung belajar mandiri
Pembelajaran seumur hidup mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi sendiri tanpa banyak pengawasan dari orang lain. Dengan demikian, peserta didik seharusnya lebih menyadari dan mengetahui bagaimana mereka memproses informasi, mempergunakan strategi pemecahanmasalah, dan memanfaatkan latar-belakang pengetahuan.
f.  Menggunakan kelompok belajar
Peserta didik akan diminta untuk menyumbang pengetahuan dan menerima kepercayaan orang lain. Kelompok belajar, atau masyarakat belajar bisa terbentuk di berbagai tempat seperti sekolah, kantor, masjid untuk berbagi pengetahuan, menfokuskan pada tujuan, dan membiarkan didir belajar dan mengajar orang lain. Ketika kelompok belajar terbentuk di sekolah, guru akan berfungsi seperti pelatih, fasilitator, dan pembimbing.
g. Menggunakan penilaian otentik
CTL dimaksudkan untuk membangun pengetahuan dan ketrampilan dengan cara yang penuh makna melalui keterlibatan peserta didik dalam kehidupan nyata atau konteks otentik. Penilaian otentik menunjukkan bahwa pembelajaran memang benar-benar terjadi, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, memberi peserta didik kesempatan dan arahan utnuk berkembang. Penilaian otentik dipakai untuk mengawal dan memantau perkembangan peserta didik dan mendiagnosis kegiatan pengajaran.
            Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada satuan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah akan sangat efektif jika disampaikan dengan strategi-strategi yang ada dalam Model pembelajaran CTL. Sejarah Kebudayaan Islam diajarkan bukan untuk sejarah dan kelestariannya itu sendiri. Sejarah diajarkan untuk memperluas cakrawala atau wawasan siswa akan makna penting pengetahuan sejarah (historis) dan menumbuhkan kesadaran bahwa mereka juga adalah bagian penting dalam perjalanan sejarah kebudayaan Islam secara umum dan khususnya sebagai bagian dari masyarakat Muslim di semua belahan bumi saat ini.
2.1.4 Strategi REACT
            Pembelajaran yang menggunakan model Contextual Teaching & Learning bisa memanfaatkan berbagai macam strategi yang berbeda sebagaimana dikemukakan di atas. Apa yang membedakan model pembelajaran CTL dengan lainnya adalah bahwa strategi CTL diatur untuk mendorong lima bentuk dasar pembelajaran, yaitu Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, and Transferring (Menghubungkan, Mengalami, Mempraktekkan, Bekerja-sama, dan Menyampaikan).
            Berikut ini adalah penjelasan rinci mengenai dasar pengembangan strategi pembelajaran CTL.
a. Relating (Menghubungkan)
            Belajar di dalam konteks atau situasi dan pengalaman nyata atau paling tidak menghubungkannya dengan pengalaman nyata adalah pembelajaran yang paling cocok untuk anak-anak di usia dini. Oleh karena itu, rencana pembelajaran yang menempatkan belajar dalam konteks pengalaman harus berhasil menarik perhatian peserta didik untuk memperhatikan gagasan, peristiwa, dan kejadian sehari-hari. Pembelajaran harus menghubungkan situasi-situasi keseharian itu kepada informasi-informasi baru diserap atau masalah-masalah yang diselesaikan.
b. Experiencing (Mengalami)
            Belajar dengan cara menjelajah atau menggali (eksplorasi), menemukan (discovery), menciptakan (invention) adalah jantung dari pembelajaran kontekstual.
c. Applying (Mempraktekkan)
            Mempraktekkan atau menerapkan konsep dan informasi dalam konteks tertentu mendorong siswa untuk memikirkan masa depan, akan jadi apa mereka, berkerja sebagai apa, apa yang bisa dilakukan.
d. Cooperating (Bekerja-sama)
            Belajar dalam konteks berbagi, menanggapi, dan berkomunikasi dengan pembelajar lainnya adalah strategi pembelajaran utama dalam CTL. Pengalaman bekerja-sama tidak hanya membantu kebanyakan siswa untuk mempelajari materi ajar tetapi juga sangat bermanfaat untuk kehidupan nyata. Pembelajaran di kelas harus mendorong peserta didik mengembangkan keterampilan bekerja-sama dengan peserta didik lainnya di ruang belajar. Untuk mengembangkan ketrampilan itu, peserta didik harus dibiasakan untuk berdiskusi, tukar gagasan, dan mengerjakan tugas kelompok sebagai sebuah tim yang saling mendukung.
e. Transferring (Menyampaikan)
            Belajar dalam konteks ini berarti mempelajari sesuatu berdasarkan pengetahuan yang ada yang sudah dikuasai oleh peserta didik. Dengan cara ini mereka akan mengembangkan kepercayaan diri untuk memecahkan masalah.
Proses transfer pengetahuan melalui pengalaman yang alami sendiri oleh siswa dan diterapkan di dalam hidup mereka. Di samping itu, peserta didik juga diberi kesempatan untuk menyampaikan apa yang mereka kuasai ke orang. Dengan demikian, penguasaan kompetensi yang diharapkan bisa dipastikan berjalan dengan baik.
2.1.5 Mengukur Pembelajaran Kontekstual
            Berikut ini beberapa pertanyaan yang bisa dipakai untuk mengetahui dan mengukur apakah kita sudah mengajar dengan cara kontekstual diantaranya:
-  Apakah konsep baru disampaikan dengan cara menghubungkan dengan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik?
-   Apakah konsep yang diajarkan diberi contoh dan dilatihkan kepada peserta didik dalam kehidupan keseharian mereka?

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
                 Strategi adalah suatu perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain, stategi pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh perancang (designer) dalam menentukan metode menyampaikan pesan, penentuan media, alur isi pelajaran, serta interaksi antar pembelajar, guru dan peserta didik atau antar peserta didik.
              Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatiakn guru sebelum mengembangkan strategi pembelajaran. Hal-hal itu mencakup tujuan yang ingin dicapai, materi yang harus dikuasai, siswa sebagai peserta didik, dan alokasi waktu. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa dikembangkan dalam model pembelajaran CTL untuk Sejarah Kebudayaan Islam: pembelajaran berbasis masalah dan inquiry, memanfaatkan bergam konteks, membangkitkan keragaman peserta didik, mendorong belajar mandiri, dan mengembangkan penialaian otentik. Di samping itu ada beberapa prinsip yang melandasi pengembangan strategi model pembelajaran CTL. Prinsip-prinsip itu cukup disingkat dengan kata REACT, Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring (Menghubungkan, Mengalami Menerapkan, Bekerjasama, dan Menyampaikan).


1 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site Review | 2021
    Lucky Club Casino is a trusted site that offers great bonuses. Find out how we find it and if you want to get started with luckyclub the casino right now. Rating: 8.1/10 · ‎Review by luckyclubonline

    BalasHapus