POLA PEMBELAJARAN KONVENSIONAL HINGGA BERMEDIA DAN SEJARAH
PERKEMBANGAN MEDIA
Disusun oleh kelompok II:
Susi Ratna Dewiyanti (12
270 135)
Tri Agustina (12
270 139)
Ulfia Mawarni
(12 270 140)
Vyna Nurbayti (12
270 145)
Walin Syafari (12
270 146)
Yuni Yanti (12
270 163)
Eka Febriani (12
270 167)
Dosen pembimbing:
Muliani
Prihatini M, M.Pd
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara
mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Pengertian lain
adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan
pelajaran pada siswa di dalam kelas, baik secara individual maupun secara
kelompok. Agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh
siswa dengan baik.
Belajar mengajar sebagai suatu kegiatan, seiring dengan
adanya makhluk manusia di muka bumi ini, sejak semula kegiatan belajar mengajar
ini telah dilakukan oleh manusia bahkan dalam batas-batas tertentu juga hewan,
dalam upaya membimbing anak keturunannya agar berhasil dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.
Metode belajar mengajar merupakan suatu
cara dalam menyajikan sebuah bahan pelajaran kepada peserta didik demi mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan, baik secara individual maupun kelompok.
Dengan mengetahui mengenai sifat berbagai metode maka seorang guru akan lebih
mudah menetapkan metode yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Penggunaan metode belajar mengajar sangat bergantung pada tujuan pembelajaran.
Maka dari itu, pamakalah akan membahas mengenai metode-metode belajar mengajar
konvensional yang biasa diterapkan dalam dunia pendidikan.
Dalam makalah ini kami akan membahas beberapa masalah, yaitu
pengertian metode pembelajaran, metode pembelajaran konvensional yang meliputi
: pengertian
metode pembelajaran konvensional, macam-macam pembelajaran konvensional, ciri-ciri
pembelajaran konvensional, pendekatan pembelajaran konvensional., dan sejarah
perkembangan media.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 POLA
PEMBELAJARAN KONVENSIONAL HINGGA BERMEDIA
2.1.1
Pola
Pembelajaran Konvensional
Barry Moris
mengklasifikasikan empat pola pembelajaran, antara lain sebagai berikut:
- Pola
Pembelajaran Konvensional I
Pola
pembelajaran guru dengan siswa tanpa menggunakan alat bantu/bahan pembelajaran
dalam bentuk alat peraga. Pola pembelajaran ini tergantung pada kemampuan guru
dalam mengingat bahan pembelajaran dan menyampaikan bahan tersebut secara lisan
kepada siswa
- Pola
Pembelajaran Konvensional II
Pola (guru +
alat bantu) dengan siswa. Pada pola pembelajaran ini guru sudah dibantu oleh
berbagai bahan pembelajaran yang disebut alat peraga pembelajaran dalam
menjelaskan dan meragakan suatu pesan yang bersifat abstrak.
- Pola
Pembelajaran Guru Bermedia
Pola (guru) +
(media) dengan siswa. Pola pembelajaran ini sudah mempertimbangkan
keterbatasan guru yang tidak mungkin menjadi satu– satunya sumber belajar dalam
kegiatan pembelajaran, guru dapat memanfaatkan berbagai media pembelajaran
sebagai sumber belajar yang dapat menggantikan guru dalam pembelajaran, jadi
siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai media sebagai sumber belajar,
misalnya dari majalah, modul, siaran radio pembelajaran, televisi pembelajaran,
media komputer dan internet. Pola ini merupakan pola pembelajaran bergantian
antara guru dan media dalam berinteraksi dengan siswa.
- Pola
Pembelajaran Bermedia
Pola
pembelajaran media dengan siswa atau pola pembelajaran jarak jauh menggunakan
media atau bahan pembelajaran yang disiapkan, dalam pola ini, siswa belajar
dengan media, tanpa campur tangan guru, artinya, guru hanya sebagai fasilitator
yang menyiapkan bahan atau materi pembelajaran saja yang kemudian bahan
tersebut diaplikasikan pada media sebagai sumber belajar siswa yang utama
2.1.2
Model
Pembelajaran Konvensional
Model
pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa diterapkan
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.[1] Model
pembelajaran konvensial masih mengalami krisis paradigma. Krisis yang dimaksud
adalah seharusnya telah berlangsung model kontruktivisme di mana Pemerintah
telah berusaha menciptakan suatu model pembelajaran yang inovatif yang
dituangkan dalam peraturan menteri nomor 41 tahun 2007, namun hal ini belum
dijalankan sepenuhnya oleh guru.
Penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), daripada modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam perkataan lain, guru lebih sering menggunakan strategi penyampaian informasi secara langsung kepada siswa dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Menurut Rasana (2004), peran siswa dalam proses pembelajaran konvensional adalah sebagai objek dari pendidikan bukan sebagai subjek pendidikan, sedangkan peran guru adalah sebagai penguasa atau bersifat otoriter. Hubungan yang dibangun adalah hubungan atasan dan bawahan. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi, pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses.
Penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), daripada modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam perkataan lain, guru lebih sering menggunakan strategi penyampaian informasi secara langsung kepada siswa dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Menurut Rasana (2004), peran siswa dalam proses pembelajaran konvensional adalah sebagai objek dari pendidikan bukan sebagai subjek pendidikan, sedangkan peran guru adalah sebagai penguasa atau bersifat otoriter. Hubungan yang dibangun adalah hubungan atasan dan bawahan. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi, pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses.
Adapun prinsip kelompok belajar dalam pembelajaran
konvensional adalah sebagai berikut.[2]
1) Akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah satu anggota
kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan
“pemborong”.
2) Kelompok belajar biasanya homogen.
3) Pemimpin kelompok sering ditentukan
oleh guru atau kelompk dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara
masing-masing.
4) Keterampilan sosial sering tidak
secara langsung diajarkan.
5) Pemantauan melalui observasi dan
intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.
6) Guru sering tidak memperhatikan
proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
7) Penekanan sering hanya pada penyelesaian
tugas.
Pengajaran dengan model ini
dipandang efektif, dalam hal sebagai berikut.
a. Berbagi informasi yang tidak mudah
ditemukan di tempat lain.
b. Menyampaikan informasi dengan cepat.
c. Membangkitkan minat akan informasi.
d. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya
dengan mendengarkan.
Namun demikian, pendekatan pembelajaran
tersebut mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut.
1. Tidak semua siswa memiliki cara
belajar terbaik dengan mendengarkan.
2. Sering terjadi kesulitan untuk
menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari.
3. Pendekatan tersebut cenderung tidak
memerlukan pemikiran yang kritis.
4. Pendekatan tersebut mengasumsikan
bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi.
Tahapan-tahapan dalam model
pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut.
1. Kegiatan pendahuluan pembelajaran,
guru mengkonsentrasikan siswa pada materi yang akan dipelajari dengan
memberikan apersepsi. Peran siswa pada tahap ini adalah mendengarkan penjelasan
guru.
2. Kegiatan inti pembelajaran, terdapat
proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Proses tersebut diterapkan guru
dengan memberikan informasi kepada siswa. Peran siswa pada tahap ini adalah
menyimak informasi yang diberikan guru. Terkadang siswa membentuk kelompok
untuk melaksanakan praktikum dan mendiskusikan hasil praktikum.
3. Kegiatan penutup pembelajaran, guru
mengajak siswa untuk menyimpulkan hasil pembelajaran dan memberikan tes. Peran
siswa pada tahap ini adalah menyimpulkan hasil pembelajaran dan menjawab tes
yang diberikan guru. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dikatakan bahwa
model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa dilakukan
di kelas, namun masih terdapat kekeliruan dalam pengimplementasiannya. Guru
masih dominan dalam proses pembelajaran dan cenderung memberikan pelayanan yang
sama untuk semua siswa. Hal inilah yang menjadi landasan dasar penghambat
prestasi belajar yang dicapai oleh masing-masing siswa.
2.1.3 Kedudukan
Media dalam Pembelajaran
Pada umumnya kedudukan media pembelajaran
berfungsi sebagai alat perantara atau alat pengatur pesan dalam kegiatan
pembelajaran yaitu memberikan stimulus kepada siswa agar siswa dapat memahami
materi yang disampaikan guru, dari konsep-konsep yang masih abstrak menjadi gambaran
yang lebih konkrit. Sikap dan perilaku seseorang juga akan mengalami perubahan
setelah mereka mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru. Penggunaan media
dalam pembelajaran “fiqih” akan membantu siswa memperoleh pengetahuan dan
pengalaman baru lewat materi yang disampaikan oleh guru dibandingkan dengan
jika guru hanya melakukan pendekatan verbal.
Macam-macam kedudukan media pembelajaran:
1. Kedudukan Media Pembelajaran
Berdasarkan Karakteristiknya
Menurut Scharmm, kita dapat melihat media menurut
karakteristik ekonomisnya, lingkup sasarannya yang dapat diliput, dan kemudahan
kontrol pemakai. Jadi antara klasifikasi media, karakteristik media dan
pemilihan media merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dalam penentuan
strategi pembelajaran.
2.
Kedudukan Media Pembelajaran di
Dunia Pendidikan
Dengan menggabungkan beberapa
media akan memberikan pengalaman yang mencerminkan suatu pengalaman belajar
dalam kehidupan sehari-hari. Suatu pengalaman belajar akan diperoleh karena
adanya penggabungan aneka media itu-hingga menjadi satu kesatuan kerja yang
meghasilkan suatu informasi yang memiliki nilai komunikasi yang sangat tinggi;
artinya informasi bahkan tidak hanya dilihat sebagai hasil cetakan, melainkan juga
dapat didengar, membentuk simulasi dan animasi yang dapat membangkitkan minat
dan memiliki nilai seni grafis yang tinggi dalam penyajian.
3.
Kedudukan Media dalam Sistem
Pembelajaran
Sistem adalah suatu totalitas yang
terdiri dari sejumlah komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi
satu dengan yang lainnya. Pembelajaran dikatakan sebagai suatu system karena
didalamnya mengandung komponen yang
saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, komponen
tersebut meliputi tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Hal tersebut akan
tergambar seperti bagan berikut ini.
Dalam proses belajar-mengajar media
pembelajaran memiliki kedudukan diantaranya sebagai berikut:
a. Alat untuk memperjelas bahan
pengajaran pada saat pengajar menyampaikan pelajaran.
b. Alat untuk mengangkat atau
menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh siswa dalam
proses belajarnyadan pengajar bisa menempatkan media sebagai sumber pertanyaan
atau stimulasi belajar siswa.
c. Sumber
belajar bagi siswa.
d. Alat untuk mempertinggi proses
interaksi guru siswa, dan interaksi siswa dengan lingkungan sehingga
mempertinggi kualitas proses belajar-mengajar.
2.1.4 Kerucut
Edgar Dale
Edgar dale adalah seorang ahli di bidang
membaca dan jurnalisme dan pemimpin dalam tradisi humanistik, dia menulis tiga
buku berususan dengan Audio Visual Metode dalam mengajar. Edgar dalam
menciptakan kerucut pengalaman (1946) dia menjelaskan dalam bukunya tentang
Audio Visual dalam mengajar. Tingkat yang paling nyata terletak dibagian yang paling
bawah,1 kerucut ketingkat paling abstrak dari pengalaman terletak pada titik
kerucut dari pengalaman kerucut dale mulai dari bagian atas kerucut kebawah
sebagai berikut: Simbol verbal, Simbol Visual, Radio, Rekaman, gambar, Pameran
dan lainya.
Menurut pengalaman dale, Metode yang paling
efektif diatas, mencakup belajar dari informasi disajikan melalu sumber Verbal,
yaitu mendengar kata-kata yang diucapkan.
Grafik kerucut rata-rata retensi untuk berbagai
metode pengajaran semakin maju kebawah semakin maju semakin besar pelajaran
informasi berlanjut, dikarenakan gaya belajar adalah persepsi sensorik berbasis
semakin dalam berinteraksi dengan daya, makin baik siswa belajar meurut Dale.
Menurtut Edgar Dale bahwa segala suatu
pelajaran, dapat dipahami apabila ada unsur pendengarannya. Dan unsur itu dapat
dijadikan media pembelajaran bagi para siswa, agar mudah memahami segala
sesuatu dengat efektif, dan efisien. Semua ungsur tersebut berpengaruh kepada
lingkungan pendidikan agar tercapainya suatu pembelajaran yang mudah.
Pentingnnya Teori Edgar Dale bagi pendidikan
kita adalah membuat suatu belajar dan mengajar terasa lebih mudah, dan berperan
sebagai media pembelajaran yang resmi dimiliki bagi setiap pembelajar. Dan Teori
ini memiliki sumbangsih yang sangat penting bagi peindidikan karena
pembelajarannya mudah dan efisien.
2.1.5 Metode Pembelajaran Konvensional
Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat
banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran
konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya:[3]
- Djamarah (1996), metode
pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau
disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik
dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode
konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan,
serta pembagian tugas dan latihan.
- Freire (1999), memberikan
istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan
pendidikan ber “gaya bank” penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang
sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh
siswa, yang wajib diingat dan dihafal.
Jadi metode konvensional adalah metode yang
biasa dipakai guru pada umumnya atau sering dinamakan metode tradisional. Menurut Suyitno, pada umumnya
pembelajaran konvesional yang sering dilakukan oleh pendidik selama ini
memiliki banyak kelemahan antara lain sebagai berikut :
1. kegiatan belajar hanya memindahkan
pengetahuan dari guru ke siswa. tugas guru adalah memberi dan tugas siswa
adalah menerima.
2. kegiatan pembelajaran seperti
mengisi botol kosong dengan pengetahuan. siswa merupakan penerima pengetahuan
yang pasif.
3. kegiatan belajar mengajar lebih
menekankan pada hasil dari pada proses.
4. memacu siswa dalam kompetisi
bagaikan ayam aduan, yaitu siswa bekerja keras untuk mengalahkan teman
sekelasnya. siapa yang kuat dia yang menang.
Diantara metode-metode konvensional,
yaitu meliputi sebagai berikut.
1.
Metode
Ceramah
2.
Metode
Tanya Jawab
3.
Metode
Diskusi
4.
Metode
Latihan
5.
Metode
Bercerita
6.
Metode Demonstrasi
7.
Metode
Hukuman
8.
Metode Karyawisata
9.
Metode
Eksperimen
2.1.6 Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional
Secara
umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut.
a. Siswa adalah penerima informasi
secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan
diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai
dengan standar.
b. Belajar secara individual
c. Pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis
d. Perilaku dibangun atas kebiasaan
e. Kebenaran bersifat absolut dan
pengetahuan bersifat final
f. Guru adalah penentu jalannya proses
pembelajaran
g. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
h. Interaksi di antara siswa kurang
i. Guru sering bertindak memperhatikan
proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Namun perlu diketahui bahwa pengajaran model ini dipandang
efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:
1. berbagai informasi yang tidak mudah
ditemukan di tempat lain;
2. menyampaikan informasi dengan cepat;
3. membangkitkan minat akan informasi;
4. mengajari siswa yang cara belajar
terbaiknya dengan mendengarkan;
5. mudah digunakan dalam proses belajar
mengajar.
Sedangkan
kelemahan pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
1. tidak semua siswa memiliki cara
belajar terbaik dengan mendengarkan;
- sering terjadi kesulitan untuk
menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari;
- para siswa tidak mengetahui apa
tujuan mereka belajar pada hari itu;
- penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas;
- daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat
menghafal.
2.1.7
Pendekatan
Pembelajaran Konvensional
Menurut
Ujang Sukandi, mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan
guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi,
tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu,
dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.[4]
Disini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud
adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai
“pentransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.
Sedangkan menurut Philip R. Wallace, pendekatan pembelajaran
dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang konservatif apabila mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut.
a. Otoritas seorang guru lebih
diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi muri-muridnya.
- Perhatian kepada masing-masing
individu atau minat sangat kecil.
- Pembelajaran di sekolah lebih
banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai
peningkatan kompetensi siswa di saat ini.
- Penekanan yang mendasar adala pada bagaimana
pengetahuan dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan
tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementara
pengembangan potensi siswa terabaikan.
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan
pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering
menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating
(memperagakan), dan doing direct performance (memberikan kesempatan
untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih
sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti
urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan
program pembelajaran dilihat dair ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri
yang ada dalam kurikulum.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional
dapat dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada
guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran
lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetens.
Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model
pembelajaran, dimana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat
memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau
maksimal.
Memang, model pembelajaran konvensional ini tidak harus kita
tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap pertemuan,
setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran dilakukan. Atau kita memberikan
kepada anak didik sebelum kita menggunakan model pembelajaran yang akan
dipergunakan.
2.2 SEJARAH PERKEMBANGAN MEDIA
Pada awal sejarah pendidikan, guru
merupakan satu-satunya sumber untuk memperoleh pelajaran. Dalam perkembangan
selanjutnya, sumber belajar itu kemudian bertambah dengan adanya buku. Pada
masa itu kita mengenal tokoh bernama Johan Amos Comenius yang tercatat sebagai
orang pertama yang menulis buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah.
Selama ini media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar
guru. Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model,
objek, dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi
belajar, serta mempertinggi daya serap belajar siswa. Dengan masuknya pengaruh
teknologi audio pada pertengahan abad 20, alat visual untuk mengkonkritkan
materi pelajaran selanjutnya dilengkapi dengan audio sehingga dikenal menjadi
alat audio visual.[5]
Sekitar tahun 1960-1965 siswa mulai diperhatikan sebagai
komponen yang penting dalam proses pembelajaran. Sekitar tahun 1965-1970
pendekatan system mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan
pembelajaran. Pendekatan system ini mendorong digunakannya media sebagai bagian
integral dalam program pembelajaran. Pada dasarnya guru dan para ahli audio
visual menyambut baik perubahan ini. Guru mulai merumuskan tujuan pembelajaran
berdasarkan tingkah laku siswa. Untuk mencapai tujuan itu, mulai dipakai
sebagai format media. Media tidak hanya digunakan oleh guru, tapi yang lebih
penting semestinya dapat digunakan oleh siswa secara mandiri.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Model pembelajaran konvensional
merupakan model pembelajaran yang biasa diterapkan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Diantara metode-metode konvensional, yaitu meliputi
sebagai berikut: metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode latihan, metode
bercerita, metode demonstrasi, metode hukuman, metode karyawisata dan metode eksperimen.
Ciri-ciri pembelajaran konvensional
adalah sebagai berikut.
1.
Belajar
secara individual
2. Pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis
3. Perilaku dibangun atas kebiasaan
4. Kebenaran bersifat absolut dan
pengetahuan bersifat final
5. Guru adalah penentu jalannya proses
pembelajaran
6. Perilaku baik berdasarkan motivasi
ekstrinsik
Selama ini media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar
guru. Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model,
objek, dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi
belajar, serta mempertinggi daya serap belajar siswa. Dengan masuknya pengaruh
teknologi audio pada pertengahan abad 20, alat visual untuk mengkonkritkan
materi pelajaran selanjutnya dilengkapi dengan audio sehingga dikenal menjadi
alat audio visual.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,
Azhar. 2011. Media Pembelajaran.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Literaturkti.blogspot.com/2013/05/sejarah-media-pembelajaran.html?m=1.
Muhammadkholik.wordpress.com/2011/11/08/metode-pembelajaran-konvensional/
Riyana,
Cepi. 2009. Media Pembelajaran.
Jakarta: Departemen Agama RI.
Rusmaini.
2011. Ilmu Pendidikan. Palembang:
Grafika Telindo Press.
Sudjana,
Nana dan Ahmad Rivai. 2010. Media Pengajaran.
Bandung: Sinar Baru Algesindo.
[1]
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media
Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010. Hlm. 173.
[3]
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, hlm. 2.
[4]
Muhammadkholik.wordpress.com/2011/11/08/metode-pembelajaran-konvensional/
[5]
Literaturkti.blogspot.com/2013/05/sejarah-media-pembelajaran.html?m=1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar